Rabu, 24 Juli 2013

Restorasi Meiji Atau Modernisasi Jepang

Restorasi Meiji Atau Modernisasi Jepang
oleh;
Dede Yusuf

1.1  Runtuhnya Pemerintahan Tokugawa
Berbicara mengenai Tokogawa, maka sangat erat kaitannya dengan zaman Edo. Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa waktu itu berpusat di kota Edo (Tokyo). Zaman Edo atau sering juga disebut masa Tokugawa adalah zaman yang sangat berpengaruh bagi Jepang modern, bukan hanya karena zaman ini adalah satu masa sebelum Restorasi Meiji yang menjadi gerbang modernisasi di Jepang tetapi karena pada masa ini unsur-unsur budaya Jepang berkembang dengan pesat. Berbagai kemajuan Jepang dicapai pada masa ini, mulai dari lahirnya berbagai bentuk kesenian sampai sistem perekonomian yang maju, masyarakatnya pun tidak hanya mengalami kemajuan tetapi juga menjadi landasan terbentuknya masyarakat Jepang modern.
Shinzaburo (dalam Situmorang, 1995 :41), membagi periode pemerintahan Tokugawa berdasarkan kemantapannya atas tiga periode :
1.      Periode pertama tahun 1603-1632
Periode pertama adalah masa shogun Ieyashu (1603-1605)sampai pada masa shogun Hidetada (1605-1632). Pada periode ini berkembang aliran Konfusionis yang bertujuan demi kepentingan politik.
  1. Periode kedua tahun 1633-1854
Periode kedua adalah masa kemantapan keshogunan Tokugawa, yang diperintah oleh sepuluh generasi Tokugawa, dari Iemitsu (1633-1651) sampai shogun Ieyoshi (1837-1853)
  1. Periode ketiga tahun 1855-1867
Periode ketiga adalah masa kehancuran keshogunan Tokugawa hingga menyerahkan kekuasaan kepada kekaisaran (1853-1867) diperintah oleh tiga generasi Tokugawa yaitu Shogun Iesada, Iemochi dan Yoshinobu.
Pemerintah Tokugawa mengalami masa kejayaan yang panjang tetapi pada abad ke-19, kekuasaan Tokugawa mulai mengalami kemunduran. Kaum samurai makin mengalami kesulitan keuangan dan hutang yang terus meningkat. Di kota-kota mulai terjadi ketegangan-ketegangan antara pedagang kaya dengan rakyat miskin, di desa-desa mulai ada perbedaan antara yang memiliki tanah dan yang tidak memiliki tanah (Suryohadiprojo,1982:21).
Selain penyebab diatas, faktor lain yang meyebabkan runtuhnya pemerintahan Tokugawa adalah berikut ini
  1. Kaikoku (Pembukaan Negara)
Selama kurang lebih 250 tahun Jepang menutup diri dari pengaruh luar. Jepang tidak menyadari adanya kemajuan-kemajuan yang diperoleh bangsa barat, terutama dalam bidang industri. Perkembangan kapitalisme mengakibatkan revolusi industri, sehingga bangsa barat melihat luar negeri untuk mencari daerah pemasaran bagi hasil industrinya dan mencari sumber bahan baku yang baru. Menjelang akhir abad ke-17 bangsa barat mendesak untuk mengadakan hubungan dagang dengan Cina dan Jepang. Bangsa barat yang pertama datang ke Jepang adalah Rusia (Nurhayati,1987:33)
Pada tahun 1853 Amerika mengirimkan utusan yang dipimpin oleh Commodore Matthew.C. Perry yang masuk ke Jepang melalui teluk Edo. Menurut Nurhayati (1987 ;35), Perry membawa surat resmi dari presiden Amerika Serikat yang menyatakan ingin mengadakan hubungan dagang dengan Jepang dan juga dijelaskan bahwa kedatangan Perry adalah untuk meminta :
  1. Perlindungan bagi pelaut Amerika yang mengalami kecelakaan di laut.
  2. Pembukaan kota-kota pelabuhan bagi kapal-kapal Amerika untuk melakukan perbaikan kapal dan menambah perbekalan.
  3. Pembukaan kota-kota pelabuhan untuk perniagaan.
Setelah surat itu disampaikan, pemerintahan bakufu meminta waktu satu tahun untuk mempertimbangkan hal tersebut. Setahun kemudian Perry kembali lagi ke Jepang dengan membawa armada perangnya untuk memaksa Jepang agar mau membuka hubungan dengan Amerika. Perry tidak segan-segan mengancam dengan kekerasan. Rakyat Jepang menolak kedatangan bangsa asing dan mereka menyerukan slogan yang dikenal dengan Sonno Joi yang berarti hormati Tenno dan usir kaum biadab (maksudnya orang-orang asing). Mereka menunjukkan sikap yang anti terhadap bangsa asing. Di beberapa wilayah rakyat Jepang mengadakan kekacauan-kekacauan untuk mengusir bangsa Barat (Nurhayati,1987:45).
Pada tanggal 31 Maret 1854 pemerintah Tokugawa akhirnya menandatangani perjanjian dengan Amerika di Kanagawa yakni sebuah kampung nelayan di Yokohama, lalu Amerika menempatkan Konsul Jendral yang bernama Townsend Harris di Yokohama. Dengan demikian akhirnya Jepang dibuka setelah pengasingan yang berlangsung sepanjang 250 tahun dan tidak lagi merupakan sebuah negara terpencil dari masyarakat dunia (Nurhayati,1987:33).
  1. Pemberontakan dalam Negeri
Sejak terjadinya pembukaan negara, pemberontakan dalam negeri semakin meningkat karena rakyat Jepang tidak menginginkan perjanjian tersebut ditandatangani oleh pemerintahan Tokugawa, terutama pihak kekaisaran karena perjanjian itu belum memperoleh izin dari kaisar. Penandatanganan perjanjian ini menimbulkan kekesalan dan gerakan anti pemerintahan bakufu yang diwakili oleh daimyo Tozama. Hal-hal yang mereka tentang antara lain adalah menentang adanya hubungan dagang dengan orang asing, menginginkan pengembalian fungsi politik kepada kaisar, dan ingin menegakkan kembali pemujaan terhadap Tenno dan agama Shinto serta kembali pada Shintoisme yang murni sebagai reaksi dari Ryobu Shinto dan Budhisme (Nurhayati,1987:45).
Perjanjian dengan negara Barat juga membawa dampak dimana perdagangan berkembang pesat. Golongan petani merupakan produsen yang sangat membantu kehidupan golongan lain. Tetapi mereka sangat menderita karena diwajibkan membayar pajak yang sangat tinggi dengan sebagian hasil panen mereka. Ada semboyan yang berbunyi “kepada petani jangan diberi kehidupan maupun kematian” artinya bahwa setiap petani harus ditempatkan sebagai kelas masyarakat yang hanya wajib berproduksi dan membayar pajak.
Akibatnya kehidupan petani semakin sulit dan akhirnya banyak yang meninggalkan lahan pertaniannya dan menjadi buruh tani di tanah pertanian orang lain. Mereka juga mulai membentuk kelompok-kelompok untuk membela haknya dengan kekerasan, memberontak, dan melawan pemerintah (Nurhayati,1987:19). Pemberontakan petani yang tidak puas terhadap pemerintah semakin hari semakin mengacaukan keadaan Jepang saat itu. Disamping bencana alam dan bahaya kelaparan yang sering terjadi pada pemerintahan Tokugawa menambah semangat rakyat untuk meruntuhkan kedudukan shogun.
Akibat dari penandatanganan perjanjian tersebut, pemerintah Tokugawa tidak lagi memperoleh kepercayaan dari rakyat untuk melindungi mereka dari pengaruh luar dan tidak dapat memberikan perlindungan terhadap rakyatnya.
Alasan ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang ingin menggulingkan kekuasaan Tokugawa. Setelah terjadi beberapa peristiwa buruk, maka pada tahun 1867 pemerintah Tokugawa menyerahkan kekuasaan pada kaisar Meiji. Dengan demikian pemerintahan Tokugawa berakhir dan kekuasaan penuh berada di tangan kaisar (Sihombing,1997:51).
1.2 Latar Belakang Restorasi Meiji
Pada tahun 1853, komodor Matthew C. Perry dari Amerika Serikat memasuki teluk Tokyo dengan kekuatan satu kuadron, sebanyak empat kapal. Ia kembali tahun berikutnya dan berhasil membujuk Jepang untuk membuat perjanjian persahabatan dengan negaranya. Pada tahun yang sama menyusul perjanjian-perjanjian serupa dengan Rusia, Inggris dan Belanda, sehingga Jepang kembali terbuka bagi dunia luar.
Perjanjian-perjanjian tersebut diubah empat tahun kemudian menjadi perjanjian perdagangan, dan kemudian perjanjian yang serupa dibuat dengan Perancis.
Kejadian-kejadian tersebut berdampak meningkatkan tekanan arus sosial dan politik yang meggerogoti fondasi struktur feodal. Selama kira-kira satu dasawarsa terjadi kekacauan besar, sampai sistem feodal keshogunan Tokugawa runtuh pada tahun 1867 dan kedaulatan dikembalikan sepenuhnya kepada kaisar dalam Restorasi Meiji pada tahun 1868.
Runtuhnya pemerintahan Tokugawa merupakan berakhirnya zaman Edo yang ditandai dengan penyerahan kekuasaan Shogun Keiki kepada kaisar Meiji. Zaman baru ini disebut zaman Meiji yang berlangsung antaa 1868-1912. Kaisar Meiji juga dipanggil sebagai kaisar Mutsuhito. Sebagai pusat pemerintahan maka kota Edo diganti namanya dengan Kyoto, dan pada tahun 1869 ibu kota di pindahkan dari Kyoto ke Tokyo (Suradjaja,1984:21).
Pada masa inilah Jepang bergerak memodernisasikan diri dalam segala bidang, yang dikenal dengan Restorasi Meiji, dimana Jepang membangun sistem pemerintahan, ekonomi bahkan budaya dengan mencontoh negara-negara Barat.
Masa Meiji (1868-1912) merupakan salah satu periode yang paling istimewa dalam sejarah bangsa-bangsa. Di bawah pimpinan Kaisar Meiji, Jepang bergerak maju sehingga hanya dalam beberapa dasawarsa mencapai apa yang diinginkan dimana di Barat memerlukan waktu berabad-abad lamanya. Hal yang dicapai tersebut adalah pembentukan suatu bangsa yang modern yang memiliki perindustrian modern, lembaga-lembaga politik modern, dan pola masyarakat yang modern. Golongan-golongan lama yang selama masa feodal membuat masyarakat terbagi dihapuskan. Seluruh negari terjun dengan semangat dan antusiasme ke dalam studi dan pengambilalihan peradaban Barat modern.
Perekonomian pada masa Tokugawa masih sangat terbatas dan hanya bersifat perdagangan antar daerah melalui laut pedalaman dan hanya berkisar pada beras dan tekstil. Ini dipengaruhi oleh sikap samurai yang memandang rendah kepada perdagangan dan segala hal yang bersangkutan dengan uang. Selain itu, pemerintah Tokugawa juga melarang untuk mengadakan hubungan dengan luar negeri.
Maka setelah Restorasi Meiji, perekonomian Jepang memperoleh kesempatan yang baik untuk mulai berkembang dengan melakukan pembaharuan-pembaharuan. Pembaharuan yang paling utama adalah penghapusan sistem feodal yang diterapkan oleh Tokugawa, sehingga terbukalah peluang untuk rakyat Jepang terhadap pendidikan yang meniru sistem pendidikan dunia Barat, selain dengan menerapkan sistem moneter, sistem pajak yang memungkinkan berkembangnya kapitalis atau kaum pemodal. Selain itu, pemerintah Meiji juga mendatangkan tenaga-tenaga ahli dan mengimpor mesin-mesin pabrik untuk ditiru, sehingga Jepang mampu membangun dan memodernisasikan industrinya.

DAFTAR PUSTAKA
Suradjaja, I Ketut.1984. Pergerakan Demokrasi Jepang. Jakarta: Karya Unipress.
Situmorang, Hamzon. 1995. Perubahan Kesetiaan Bushi dari Tuan kepada Keshogunan dalam Feodalisme Zaman Edo (1603-1868) di Jepang. Medan : USU Press.
Suryanadiprojo, Sayidiman. 1982. Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjuangan Hidup. Jakarta : UI Press dan Pustaka Bradjaguna.
Yeti Nurhayati, 1987, Langkah-langkah Awal Modernisasi Jepang, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Sihombing, Amin. 1997. Sistem Stratifikasi Sosial Masyarakat Jepang Pada Masa Edo. Medan : USU Press


Latar Belakang Masuknya Jepang Ke Indonesia

Latar Belakang Masuknya Jepang Ke Indonesia
oleh;
Dede Yusuf

Khusus untuk Indonesia sebelum dikuasai secara resmi, Jepang melakukan kegiatan pra kondisi untuk mengetahui keadaan Indonesia yang sesungguhnya saat itu dengan kegiatan mata-mata (Spionase). Jepang mengirim orang orangnya ke Indonesia ada yang menyamar sebagai pedagang, ahli kehutanan, ahli perikanan dan sebaagai wartawan atau juru potret , seperti yang dikemukakan oleh (Mujanto,1992: 67) bahwa; ”Penyelidikan-penyelidikan daerah strategis. misalnya disekitar perairan Singapura dan Riau yang dilakukan oleh penyelidik-penyelidik yang menyamar sebagai nelayan. Begitu pula daerah-daerah penting dipedalaman yang dilakukan oleh penyelidik-penyelidik yang menyamar sebagai pedagang (baik yang membuka toko, maupun pedagang keliling), mengusahan penggergajian kayu dihutan –hutan atau menjadi wartawan atau juru foto”.
Sebagai langkah awal untuk menguasai Asia Tenggara adalah melaksanakan penyerbuan ke kawasan pasifik yakni pangkalan angkatan laut Amerika serikat pada tanggal 8 Desember 1941, kemudian penyerangan selanjutanya menuju kearah selatan sesuai dengan tujuan utama untuk menguasai pusat-pusat minyak yang ada di Asia Tenggara. Penyerangan terhadap pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pasifik tersebut dilakukan oleh dengan alasan bahwa kawasan Asia Tenggara saat itu di kuasai oleh Negara-negara yang menjadi sekutu dari Amerika Serikat, sehingga perlu dilindungi olehnya.
Iinfasi Jepang selanjutnya ke Indonesia terutama ditujukan pada daerahdaerah yang dipandang yang dipandang sangat strategi dalam bidang ekonomi, bidang politik dan bidang pertahanan keamanan. Tanggal 16 Desember 1941 jepang mendarat di Miri (Kalimantan Utara), selanjutnya bergerak ke Serawak dan mendudukinya pada tanggal 24 Desember 1941, dan kota Waringin dikuasai tanggal 7 maret 1942. Sedangkan Tarakan diduduki tanggal 12 pebruari 1942, Sedangkan Banjarmasin sudah dikuasai pada tanggal 8 pebruari 1942 dan Balikpapan tanggal 24 pebruari 1942.
Sedangkan untuk Sumatera dan kawasan timur Indonesia. Untuk pulau sumatera, Palembang dan jambi direbut tanggal 26 Pebruari 1942. Sedangkan untuk kawasan Timur Indonesia yang pertma diduduki yakni Manado tanggal 11 januari 1942, sebab manado merupakan pintu masuk dari kawasan pasifik.Kemudian kendari tanggal 24 januari 1942, disusul Ambon tanggal 3 pebruari 1942 Ujung Pandang 8 pebruari 1942 dan Kupang serta Dili diduduki pada tanggal 18 dan 20 pebruari 1942.
Melihat peta penguasaan jepang terhadap daerah tersebut, berarti bahwa Jepang mendahulukan daerah-daerah yang dianggap sangat strategi dalam bidang ekonomi dan pertahanan keamanan. Mengingat Kalimantan ,Sumatera dan Irian merupakan daerah penghasil minyak bumi yang tidak dihasilkan oleh Jepang, sedangkan Sulawesi dan Maluku merupakan sebagai daerah strategi dilihat dari segi pertahanan keamanan, sebab letaknya berhadapan langsung dengan laut pasifik yang merupakan pintu masuk ke Indonesia.
Selanjutnya, Jepang melanjutkan penyerangan sekaligus menguasai dan menduduki Pulau Jawa . Jawa bagi Jepang adalah daerah yang sangat strategi dari segi politik, sebab sebagai pusat pemerintahan koloni Belanda dan sebagai pusat pergerakan di Indonesia.
Dengan direbutnya daerah-daerah tersebut diatas, berarti Jawa sudah terkepung oleh pasukan militer Jepang. Dan menunggu saat yang tepat melakukan invasi terhadapnya. Ahirnya tanggal 1 maret 1942, jepang mendarat di tiga daerah di pulau jawa yakni; Banten, Indramayu dan Rembang masing-masing dengan kekuatan satu divisi. Setelah menduduki ketiga daerah tersebut Jepang melanjutkan serangan terhadap Kalijati yang dipersiapkan sebagai sebagai pangkalan peswat tempurnya. Dalam penyerangan ini juga Bandung, Bogor dan Purwakarta diduduki.
Setelah dari Rembang, Jepang menlanjutkan penyerangan ke Semarang, Magelang, Solo, Yogyakarta dan ke Parahiangan. Sedangkan Pasukan Jepang lainnya menuju ke daerah Jawa Timur yakni Surabaya dan Malang dan berhasil mengalakan pasukan Belanda dan menduduki daerah tersebut.
Sepertinya penyerangan-penyerangan yang di lakukan oleh Jepang pada daerah-daerah yang telah disebut tidak mendapat perlawanan yang berarti dari pasukan Belanda. Hal ini disebabkan Pasukan belanda yang ada di Indonesia saat itu tidak disiapkan untuk menghadi situasi perang, akan tetapi untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyrakat. Akhirnya tanggal 9 maret 1942 Belanda menyatakan menyerah kepada pihak Jepang.
Pernyataan menyerahnya Belanda tanpa syarat Belanda ke pihak Jepang ditanda tangani di Kalijati tanggal 9 Maret 1942, pihak Belanda diwakili oleh panglima angkatan perang Hindia Belanda yakni Jenderal Teer Porten, sedangkan dari pihak Jepang di wakili oleh Immamura, setelah mengdakan perundingan selama beberapa hari di daerah Kalijati.
Pemilihan Kalijati sebagai tempat perundingan dan penandatanganan perjanjian penyerahan Belanda terhadap Jepang, sebab daerah ini menjadi menjadi pusat pertempuran di pulau jawa, seperti yang disampaiakan oleh S. Mijosji dalam (Nasution, 1977:89):” …..Sudah selayaknya sekitar Kalitaji masih hangat sekali bekas pertempuran yang hebat, baik pertempuran udara maupu darat yang menimbulkan pemandangan sedih dan dahsyat. Tank-Tank, kereta meriam, kereta pos, kereta dapur atau senapn-senapan masin, masker, dan peluruh rusak dan tidak bertimbun-timbun berceceran di kiri kanan sepanjang jalan. Di samping jalan terdapat lubang-lubang yang disebabkan oleh bom-bom dan bauh manyat musuh menyakitakan hidung”.
Seperti sudah dijelaskan bahwa Jepang untuk mengusai Indonesia melakukan gerakan militer dengan menyerang dan menguasai terlebih dahulu daerah-daerah yang dianggap strategis dalaam bidang ekonomi, seperti Kalimantan dan kemudian daerah yang anggap strategis dalam bidang pertahanan keamanan, seperti sulawesi, kemudian selanjutnya menguasai Jawa yang dianggap sangat strategi secara politik. Dan dengan berhasil menduduki pulau jawa pertanda bahwa secara keseluruhan wilayah Indonesia sudah dikuasai oleh tentara Jepang dan akhirnya Jenderal Teer Porten Panglima angkatan perang Belanda di Indonesia menandatangani peernyaan menyerahnya Belanda Secara resmi kepada Jepang tanggal 9 Maret 1942 di Kalijati. Ada hal yang menarik didalam peristiwa ini yakni bahwa Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu Tjadra Van Stakenborg saat itu, tidak mendatangani pernyataan tersebut, sebab beliau berpandangan bahwa Jepang tidak akan lama menguasai Indonesia dan akan dikuasai oleh Belanda kembali. Pandangan ini didasari oleh telah bangkit kembali tentara Amerikat Serikat yang dikalahkan oleh Jepang tahun 1941, danmelakukan penyerangan terhadap daerah-daerah yang dulunya dikuasai oleh tentara Jepang direbut dan arah penyerangannya menuju kea rah selatan termasuk Indonesia, dan Jepang akan dikalahkan kembali.
Kenyataannya kemudian ternyata benar, sebab Jepang dikalahkan oleh Sekutu dalam perang Asia Timur Raya tahun 1945 dan tahun ini juga sebagai akhir dari masa pendudukan Jepang di Indonesia sejak kedatangannya tahun 1942.

Daftar Pustaka
Nasution, A.H. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan. Bandung: Angkasa.
Moedjanto, G. 1992. Indonesia Abad ke XX. Yogyakarta: Canisius.

Latar Belakang Konferensi Meja Bundar

Latar Belakang Konferensi Meja Bundar
oleh; 
Dede Yusuf


Indonesia telah diakui keberadaannya oleh dunia setelah menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Akan tetapi, ternyata hal itu bukanlah akhir dari perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kata “Daulat”. Masa revolusi merupakan awal dari permasalahan bangsa Indonesia setelah kemerdekaan. Gerakan pendaulatan di berbagai daerah yang disertai dengan kekerasan dan pembunuhan terjadi pada masa permulaan revolusi. Belanda bersama sekutunya kembali ke Indonesia dengan alasan ingin melucuti tentara Jepang yang ditawan di Indonesia. Keinginan untuk menguasai kembali negara Indonesia masih dimiliki oleh bangsa Belanda. Berbagai macam cara dilakukan oleh Belanda, sehingga kembali bermunculan perlawanan dari rakyat Indonesia.
Kejadian yang dialami bangsa Indonesia ini kemudian menarik simpati wakil Ukraina di PBB untuk meminta perhatian Dewan Keamanan terhadap keadaan Indonesia, namun gugatan tersebut ditolak (Dekker, 1997:192). Negara Indonesia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa perselisihan hendaknya diselesaikan dengan jalan damai. Bangsa Indonesia mengadakan perundingan-perundingam damai dengan pihak Belanda. Akan tetapi, kesepakatan hasil perundingan-perundingan tersebut dilanggar oleh Belanda, bahkan Belanda telah melancarkan Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II.
Kejadian tersebut kembali menarik simpati wakil-wakil di PBB untuk menyelesaikan masalah ini. Atas dasar Roem-Roijen Statement disepakatilah oleh kedua belah pihak untuk melaksanakan perundingan kembali melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) (Dekker, 1989:79). Sebelum KMB dilaksanakan, pemimpin RI dan BFO terlebih dahulu mengadakan Konferensi Inter Indonesia (KII). Kabinet baru dibentuk dan digunakan sebagai delegasi Indonesia pada KMB. Konferensi ini diadakan di Den Haag, dipimpin oleh Perdana Menteri Kerajaan Belanda W. Drees, dan berlangsung dari tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh delegasi-delegasi Republik Indonesia yaitu Moh. Hatta, delegasi BFO yaitu Sultan Hamid, delegasi kerajaan Belanda yaitu J.H. van Maarseven, serta UNCI  sebagai wakil Dewan Keamanan PBB.
Persoalan KMB yang terberat adalah masalah Irian Barat yang sampai saat itu masih menjadi wilayah kekuasaan Belanda. Belanda berusaha untuk memisahkan daerah ini dari Indonesia. Mengenai masalah Irian Barat tersebut, terjadi perdebatan diantara kedua belah pihak. Atas saran wakil Australia di dalam UNCI disepakati bahwa dalam setahun setelah penyerahan kedaulatan, Irian Barat dirundingkan lagi untuk pengembalian de facto kepada Indonesia. Kekuasaan di Irian Barat secara mutlak belum didapatkan oleh Belanda, Indonesia juga merasa kecewa karena belum sepenuhnya memiliki kedaulatan yang riil bagi wilayahnya dari Sabang sampai Merauke.
Penyerahan kedaulatan diadakan pada tanggal 27 Desember 1949 di tiga tempat yaitu di Amsterdam, di Jakarta, dan di Yogyakarta. Kedaulatan Indonesia kepada RIS akan diserahkan secara resmi oleh Belanda, dan kini RIS telah berdaulat secara riil atas Indonesia seluas Hindia Belanda dahulu.
Banyak hal yang dapat dipelajari dari makalah ini. Proses-proses sejarah yang sedemikian rupa dapat dijadikan motifasi oleh generasi-generasi berikutnya untuk lebih meningkatkan rasa nasionalismenya, dan tetap menjaga negara tercinta agar kejadian yang dialami nenek moyangnya di masa lampau (penjajahan) tidak terulang lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Dekker, N. 1989. Sejarah Revolusi Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.
Dekker, N. 1997. Sejarah Pergerakan dan Revolusi Nasional. Malang: IKIP Malang.