Dakwah Nabi Muhammad di Kota Mekah
(Dari Sembunyi-sembunyi Sampai Terang-terangan)
oleh ;
Dede Yusuf
Penyebaran Islam di
kota Mekah awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai
melaksanakan dakwah Islam dilingkungan keluarganya, mula-mula Istri dari beliau
sendiri, yaitu Khadijah yang menerima dakwah beliau, kemudian saudara sepupunya
Ali bin Abi Thalib, lalu sahabat beliau Abu Bakar, bekas budak beliau yaitu
Zaid dan disamping itu banyak pula orang yang masuk Islam dalam perantara Abu
Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal-Awwalun.
Kemudian setelah
turunnya ayat 94 surat Al-Hijr, Nabi Muhammad mulai berdakwah secara
terang-terangan. Namun dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad tidak mudah karena
mendapat tantangan dari kaum kafir Quraisy, hal itu timbul karena beberapa
faktor diataranya;
- Mereka tidak dapat
membedakan antara kenabian dan kekuasaan.mereka mengira bahwa tunduk kepada
seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib. Yang
terakhir ini sangat tidak mereka inginkan.
- Nabi Muhammad
menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak
disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
- Para pemimpin
Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan
di akhirat.
- Taklid kepada nenek
moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab.
- Pemahat dan penjual
patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Banyak cara dan
upaya yang ditempuh orang Quraisy untuk mengalahkan dan menghentikan dakwah
Nabi Muhammad. Namun selalu gagal upaya yang dilakukan oleh kaum Quraisy, baik
secara diplomatik dan bujuk rayuan maupun tindakan kekerasan secara fisik.
Diawali pertama mereka mengira bahwa, kekuatan Nabi terletak pada perlindungan
dan pembelaan Abu Thalib yang amat disegani itu. Karena itu mereka menyusun
siasat bagaimana melepaskan hubungan Nabi dengan abu Thalib dan mengancam
dengan mengatakan: “kami meminta anda memilih satu diantara dua: memerintahkan
Muhammad berhenti dari dakwahnya atau anda menyerahkan kepada kami. Dengan
demikian, anda akan terhindar dari kesulitan yang tidak diinginkan. “Tampaknya,
Abu Thalib cukup terpengaruh dengan ancaman tersebut, sehingga ia mengharapkan
Muhammad menghentikan dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan: “ Demi
Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun
seluruh anggota keluarga dan sanak saudara akan mengucilkan Saya. “Abu Thalib
sangat terharu mendengar jawaban kemenakannya itu, kemudian berkata:
“Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu”.
Merasa gagal dengan
cara ini, kaum Quraisy kemudian mengutus Walid bin Mughirah dangan membawa
Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan, untuk dipertukarkan
dengan Nabi Muhammad. Walid bin Mughirah berkata kepada Abu Thalib: “Ambillah
dia menjadi anak Saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami
bunuh. “Usul langsung ditolak oleh keras oleh Abu Thalib.
Untuk kali berikutnya,
mereka langsung kepada Nabi Muhammad. Mereka mengutus Utbah bin Rabiah, seorang
ahli retorika, untuk membujuk Nabi. Mereka menawarkan tahta, wanita, dan harta
asal Nabi Muhammad bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak
Muhammad dengan mengatakan: “Demi Allah, biarpun mereka meletakan matahari di
tangan kananku dan bulan ditangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan
ini, hingga agama ini memang atau aku binasa karenanya.
Puncak dari semua
itu adalah dengan diberlakukannya pemboikotan terhadap bani Hasyim, yang
merupakan tempat Nabi berlindung. Pemboikotan ini berlangsung selama tiga tahun
dan merupakan tindakan yang paling melemahkan umat Islam di kota Mekah pada
waktu itu.
Pemboikotan itu
baru berhenti setelsj beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka
lakukan sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Setelah boikot dihentikan,
Bani Hasyim seakan dapat bernafas kembali dan pulang kerumah masing-masing.
Namun tidak lama kemudian Abu Thalib, paman Nabi yang merupakan pelindung
utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah,
istri Nabi, meninggal dunia pula. Peristiwa itu terjadi pada tahun kesepuluh
kenabiannya. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad SAW.
Sepeningggal dua pendukung itu, kafir Quraisy tidak segan-segan lagi
melampiaskan nafsu amarahnya kepada Nabi. Melihat reaksi penduduk kota Mekah
demikian rupa, Nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam keluar kota. Namun di
Thaif dia diejek, disoraki dan dilempari batu, bahkan sampai terluka dibagian
kepala dan badannya.
Untuk menghibur
Nabi Muhammad yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra’ dan memikrajkan beliau
pada tahun ke-10 kenabiaanya itu. Berita tentang Isra dan Mikraj ini
menggemparkan masyarakat kota Mekah. Bagi orang kafir, peristiwa ini dijadikan
bahan propaganda untuk mendutakan Nabi. Sedangkan, bagi orang yang beriman,
peristiwa ini merupak ujian keimanan.
Setelah peristiwa
Isra dan Mikraj merupakan suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah di
Mekah, dengan datangnya penduduk Yastrib untuk berhaji ke Mekah. Mereka terdiri
dari dua suku yang saling bermusuhan, yaitu suku Asu dan Khazraj, yang masuk
Isalam dalam tiga gelombang.
Pertama, mereka
datang untuk memeluk agama Islam dan menerapkan ajarannya sebagai upaya untuk
mendamaikan permusuhan kedua suku tersebut. Dan mereka mendakwahkannya di
Yastrib.
Kedua, pada tahun
ke-12 kenabian mereka datang kembali menemui Nabi Muhammad dan mengadakan
perjanjian Aqabah pertama, ikrar kesetiaan. Kemudian rombongan ini kembali lagi
ke Yastrib disertai Mus’ab bin Umair, yan diutus Nabi Muhammad untuk berdakwah
bersama mereka.
Ketiga, pada tahun
ke-13 kenabian mereka datang kembali kepada Nabi Muhammad, dan memintanya untuk
hijrah ke Yastrib. Mereka akan membaiatnya sebagai pemimpin.
Nabi Muhammad pun
menyetujui usul merak untuk berhijrah ke Yatrib. Perjanjian ini disebut
perjanjian Aqabah kedua, karena terjadi di tempat yang sama. Akhirnya Nabi
Muhammad bersama kurang lebih 150 kaum muslimin hijrah ke Yastrib. Ketika
sampai di Yastrib sebagai penghormatan terhadap Nabi Muhammad nama Yastrib di
ubah menjadi Madianah.
Demikianlah periode
Mekah terjadi, dalam periode ini Nabi Muhammad mengalami hambatan dan kesulitan
dalam dakwah Islamiyahnya. Dalam periode ini Nabi Muhammad belum berpikir untuk
menyusun suatu masyarakat Islamiyah yang teratur, karena perhatian Nabi lebih
terfokus pada penanaman teologi atau keimanan masyarakat.
Sumber;
Amin, S. M. (2010). Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Yatim, B. (2008). Sejarah Peradaban Islam Dirasah
Islamiyah II. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.