Wahai Sriyani . . . .
Apa yang kau lihat?
Senyum dan keceriaanku?
Ambisi dan pancaran percaya diri?
Ketegaran dan kemampuanku untuk tak peduli?
Itu aku, aku di matamu.
Lupakah engkau?
Bahwa aku yang paling mengerti . . . .
Ingatkah engkau?
Sesungguhnya akulah yang selalu menyadari . . . .
Meski bukan pundakku yang kau cari saat kau menangis,
Atau bukan diriku yang menemani saat kau merajut tawamu,
Namun akulah yang selalu tahu . . . .
Dan disampingmu saat kau membutuhkanku . . . .
Kini, apa yang kau lihat?
Apa yang akan kau lihat?
Senyumku . . saat tak sedikitpun kau mendukungku . . . .
Tawaku . . ketika waktu berlalu dan kau tak kehilanganku
Aku . . esok, lusa, dan kemudian, bila kau masih membutuhkanku . . . .
Minggu, 01 September 2013
Kamis, 22 Agustus 2013
SELAYANG PANDANG SEJARAH KABUPATEN SUBANG
SELAYANG PANDANG SEJARAH KABUPATEN SUBANG
(suatu catatan sejarah dari masa prasejarah-kemerdekaan)
(suatu catatan sejarah dari masa prasejarah-kemerdekaan)
oleh;
Dede Yusuf
Dede Yusuf
A. Asal Usul Nama Subang
Asal usul
nama kota Subang selain daripada nama Subang Larang sendiri, ada cerita dari
Kasepuhan kalaulah nama Subang di ambil dari cerita ketika Mbah Rangga Wulung
alias Astra Prawira beserta rengrengan mencoba memasukan berbagai jenis pohon
tanaman ke dalam pusaran air yg terletak di poncol Gunung Sapotong ( yang kini
bernama Bumi Perkemahan Rangga Wulung ) untuk mengetahui di manakah akhir dari
pusaran air tersebut berada. Namun setelah beberapa kali mencoba hal itu tidak
diketahui dengan menelusuri ke semua sumber air, semua tanaman hasil coba ada.
Hingga
terbersit suatu cara yaitu dengan memasukan seekor anjing merah ke dalam
pusaran air tersebut yang kemudian diselusuri di sumber air manakah anjing
tersebut akan muncul. Ternyata anjing tersebut keluar di sumber air yg berada
di Park ( Parek org sunda bilang ) tanah kosong sebelah bangunan Hotel Subang
Plaza yg hingga kini tanah kosong tersebut tak terurus dan takkan mungkin di
dirikannya sebuah bangunan sehubungan tanah tsb mengandung banyak air karena
bekas adanya kubangan besar. Namun di sanalah kota Subang aslinya adalah tanah
Park dan sekitarnya. Nama Subang berasal dari Asu Abang yg artinya Anjing
Merah. Ada sumber lain mengatakan bahwa Subang singkatan dari Swiss ( Suis org
sunda bilang ) Bank ( Bang ) yang berarti Subang itu adalah merupakan Bank
Dunia karena semua harta peninggalan para leluhur kita terbanyak ada di daerah
Subang. Jangankan untuk membayar semua hutang2 negara kita Indonesia kepada
luar negeri, untuk membeli negara Amerika pun kita mampu dengan tergalinya
semua harta terpendam peninggalan para leluhur kita. Menurut penuturan
kasepuhan Subang itu sepuh ( tua ) karena tanah Subang sudah bernama pada tahun
22, dapat kita bayangkan berapa usia kota Subang sekarang. Namun benar atau
tidaknya cerita para sesepuh Subang tersebut hanya waktu /dawuh yang akan membuktikan
hal tersebut. Di samping itu tentunya hanya yang empunya Subang nya yg akan
bisa mengambilnya tanpa syarat apapun yakni Ibu Subang Larang sendiri yang di
yakini oleh kasepuhan Subang bahwa beliau sudah menetes ( natas, nitis, netes )
kepada salah seorang rahayat Subang.
B. Periodesasi Sejarah Kabupaten Subang
1. Masa Prasejarah
Bukti
adanya kelompok masyarakat pada masa prasejarah di wilayah Kabupaten Subang
adalah ditemukannya kapak batu di daerah Bojongkeding (Binong), Pagaden,
Kalijati dan Dayeuhkolot (Sagalaherang). Temuan benda-benda prasejarah bercorak
neolitikum ini menandakan bahwa saat itu di wilayah Kabupaten Subang sekarang
sudah ada kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan pola
sangat sederhana.
Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung Engkel, Sagalaherang.
Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung Engkel, Sagalaherang.
2. Masa Hindu-Budha
Pada
saat berkembangnya corak kebudayaan Hindu, wilayah Kabupaten Subang menjadi
bagian dari 3 kerajaan, yakni Tarumanagara, Galuh, dan Pajajaran. Selama berkuasanya
3 kerajaan tersebut, dari wilayah Kabupaten Subang diperkirakan sudah ada
kontak-kontek dengan beberapa kerajaan maritim hingga di luar kawasan
Nusantara. Peninggalan berupa pecahan-pecahan keramik asal Cina di Patenggeng
(Kalijati) membuktikan bahwa selama abad ke-7 hingga abad ke-15 sudah terjalin
kontak perdagangan dengan wilayah yang jauh. Sumber lain menyebutkan bahwa pada
masa tersebut, wilayah Subang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda.
Kesaksian Tome’ Pires seorang Portugis yang mengadakan perjalanan keliling
Nusantara menyebutkan bahwa saat menelusuri pantai utara Jawa, kawasan sebelah
timur Sungai Cimanuk hingga Banten adalah wilayah kerajaan Sunda.
3. Masa Islam
Masa
datangnya pengaruh kebudayaan Islam di wilayah Subang tidak terlepas dari peran
seorang tokoh ulama, Wangsa Goparana yang berasal dari Talaga, Majalengka.
Sekitar tahun 1530, Wangsa Goparana membuka permukiman baru di Sagalaherang dan
menyebarkan agama Islam ke berbagai pelosok Subang.
4. Masa Kolonialisme
Pasca
runtuhnya kerajaan Pajajaran, wilayah Subang seperti halnya wilayah lain di P.
Jawa, menjadi rebutan berbagai kekuatan. Tercatat kerajaan Banten, Mataram,
Sumedanglarang, VOC, Inggris, dan Kerajaan Belanda berupaya menanamkan pengaruh
di daerah yang cocok untuk dijadikan kawasan perkebunan serta strategis untuk
menjangkau Batavia. Pada saat konflik Mataram-VOC, wilayah Kabupaten Subang,
terutama di kawasan utara, dijadikan jalur logistik bagi pasukan Sultan Agung
yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi percampuran budaya antara Jawa
dengan Sunda, karena banyak tentara Sultan Agung yang urung kembali ke Mataram
dan menetap di wilayah Subang. Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem
tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan
Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang
diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan
lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan
Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini
bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan
Belanda. Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha.
dengan hak eigendom. Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, pemerintah
Belanda membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu,
wilayah Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch
bestuur) yang berkedudukan di Subang.
5. Masa Nasionalisme
Tidak
banyak catatan sejarah pergerakan pada awal abad ke-20 di Kabupaten Subang.
Namun demikian, Setelah Kongres Sarekat Islam di bandung tahun 1916 di Subang
berdiri cabang organisasi Sarekat Islam di Desa Pringkasap (Pabuaran) dan di
Sukamandi (Ciasem). Selanjutnya, pada tahun 1928 berdiri Paguyuban Pasundan
yang diketuai Darmodiharjo (karyawan kantor pos), dengan sekretarisnya Odeng
Jayawisastra (karyawan P & T Lands). Tahun 1930, Odeng Jayawisastra dan
rekan-rekannya mengadakan pemogokan di percetakan P & T Lands yang
mengakibatkan aktivitas percetakan tersebut lumpuh untuk beberapa saat.
Akibatnya Odeng Jayawisastra dipecat sebagai karyawan P & T Lands. Selanjutnya
Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang Partai Nasional Indonesia yang
berkedudukan di Subang. Sementara itu, Darmodiharjo tahun 1935 mendirikan
cabang Nahdlatul Ulama yang diikuti oleh cabang Parindra dan Partindo di
Subang. Saat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut Indonesia
berparlemen, di Bioskop Sukamandi digelar rapat akbar GAPI Cabang Subang untuk
mengenukakan tuntutan serupa dengan GAPI Pusat.
6. Masa Pendudukan Jepang
Pendaratan
tentara angkatan laut Jepang di pantai Eretan Timur tanggal 1 Maret 1942
berlanjut dengan direbutnya pangkalan udara Kalijati. Direbutnya pangkalan ini
menjadi catatan tersendiri bagi sejarah pemerintahan Hindia Belanda, karena tak
lama kemudian terjadi kapitulasi dari tentara Hindia Belanda kepada tentara
Jepang. Dengan demikian, Hindia Belanda di Nusantara serta merta jatuh ke
tangan tentara pendudukan Jepang. Para pejuang pada masa pendudukan Belanda
melanjutkan perjuangan melalui gerakan bawah tanah. Pada masa pendudukan Jepang
ini Sukandi (guru Landschbouw), R. Kartawiguna, dan Sasmita ditangkap dan
dibunuh tentara Jepang.
7. Masa Kemerdekaan
Proklamasi
Kemerdekaan RI di Jakarta berimbas pada didirikannya berbagai badan perjuangan
di Subang, antara lain Badan Keamanan Rakyat (BKR), API, Pesindo, Lasykar Uruh,
dan lain-lain, banyak di antara anggota badan perjuangan ini yang kemudian
menjadi anggota TNI. Saat tentara KNIL kembali menduduki Bandung, para pejuang
di Subang menghadapinya melalui dua front, yakni front selatan (Lembang) dan
front barat (Gunung Putri dan Bekasi). Tahun 1946, Karesidenan Jakarta
berkedudukan di Subang. Pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas
pertimbangan strategi perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka yang kemudian
menjadi Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni menggantikannya. Bulan Desember
1946 diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan Kusnaeni dari jabatannya.
Tak lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai wakil residen. Pada masa gerilya
selama Agresi Militer Belanda I, residen tak pernah jauh meninggalkan Subang,
sesuai dengan garis komando pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen
bermukim di daerah Songgom, Surian, dan Cimenteng. Tanggal 26 Oktober 1947
Residen Kosasih Purwanagara meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang
meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim berita ke
wilayah perjuangannya. Hal ini mendorong diadakannya rapat pada tanggal 5 April
1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan Karlan, rapat memutuskan :
1.Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang berkedudukan di daerah
gerilya Purwakarta. 2.Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur
dengan bupati pertamanya Danta Gandawikarma. 3.Wilayah Karawang Barat menjadi
Kabupaten Karawang Barat dengan bupati pertamanya Syafei. Wilayah Kabupaten
Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta
sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan
ibukotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur pada tanggal 5 April
1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian
ditetapkan melalui Keputusan DPRD No. : 01/SK/DPRD/1977.
C.
Rujukan
Mandja, T. S. (2013, Juni 12). Sejarah Kabupaten Subang
Jawa Barat. Dipetik Agustus 22, 2013, dari Toto Si Mandja:
http://www.totosimandja.com/2012/06/sejarah-kabupaten-subang.html
Subang. (2010). Sejarah. Dipetik Agustus 22, 2013,
dari Pemerintah Kabupaten Subang: http://www.subang.go.id/sejarah.php
Wikipedia. (2013, April 19). Kabupaten Subang. Dipetik
Agustus 22, 2013, dari Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Subang
Rabu, 21 Agustus 2013
SUNDA KELAPA SEBAGAI BANDAR DI JALUR SUTRA: LAPORAN PENELITIAN (ANALISIS BUKU)
SUNDA KELAPA SEBAGAI BANDAR DI JALUR SUTRA: LAPORAN PENELITIAN
(ANALISIS BUKU)
(ANALISIS BUKU)
oleh;
Dede Yusuf
A. Tentang Buku
Judul : Sunda Kelapa sebagai bandar di jalur sutra: laporan penelitian
Penulis : Supratikno Raharjo, M. P. B. Manus, Pius Suryo Haryono
Tahun Terbit : Jakarta, 1996
Penerbit : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
Jumlah Hal. : 67 halaman
Penulis : Supratikno Raharjo, M. P. B. Manus, Pius Suryo Haryono
Tahun Terbit : Jakarta, 1996
Penerbit : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
Jumlah Hal. : 67 halaman
B. Deskripsi Buku
Sejak abad
IV, nama Sunda Kelapa sudah dikenal sebagai kota pelabuhan. Namun, perannya di
kawasan pantai utara Jawa semakin penting pada abad IX hingga XV. Menurut
naskah-naskah kuno, nama bandar ini adalah Kalapa, tetapi para pelaut Portugis
menyebutnya Sunda Kelapa. Letaknya di Teluk Jakarta, terlindung oleh
pulau-pulau dalam gugusan Kepulauan Seribu. Secara alamiah, keadaan ini amat
menguntungkan untuk sebuah bandar. Kapal-kapal dapat berlabuh dengan tenang dan
aman. Selain itu, posisinya yang berada di muara sungai amat strategis, karena
dapat mempercepat hubungan pelayaran serta perdagangan antara daerah pesisir
dan pedalaman.
Inilah
bandar terbaik yang dimiliki Kerajaan Sunda (Hindu) Padjajaran. Sebagai
pelabuhan utama yang menguasai industri hilir hingga hulu, Sunda Kelapa menjadi
pusat penyalur hasil produksi dari pedalaman maupun dari bandar-bandar lainnya,
dan kemudian mendistribusikannya ke luar negeri melalui jaringan
perdagangan dan pelayaran internasional. Pelabuhan yang termasuk dalam
jalur sutera laut ini selalu dikunjungi para pedagang dari mancanegara. Kota
pelabuhannya pun dikenal tertib dan teratur. Bahkan telah memiliki pengadilan
yang lengkap, berikut dengan hakim dan paniteranya.
Pada 1526,
Sunda Kelapa dikuasai oleh Kerajaan Demak-Cirebon yang sebelumnya telah
menduduki Banten. Pada masa itu namanya menjadi Jayakarta. Kedudukannya sebagai
bandar terbesar dan terpenting perlahan-lahan mulai memudar karena digantikan
oleh Banten. Secara politis maupun ekonomis, peranan bandar ini pun menjadi
tenggelam, namun tetap diperhitungkan sebagai daerah penyangga Banten.
Pelabuhan ini tetap disinggahi kapal yang membutuhkan bahan makanan dan air
minum.
Keadaan
pelabuhan ini menjadi hidup kembali saat VOC menguasai bandar ini. Setelah melihat
tempat-tempat yang tepat sebagai titik temu kegiatan perdagangan di Asia, dari
Koromandel sampai Cina, perusahaan dagang Belanda ini menjatuhkan pilihan ke
Jayakarta. Maka pada 1619 , Jayakarta berubah menjadi Batavia. Di tempat ini
kemudian dibangun pusat militer dan administrasi VOC. Sejak itu, Batavia
menjadi kota pelabuhan yang berkembang pesat dan dihuni puluhan ribu orang dari
berbagai bangsa.
C. Analisis Historiografi Buku
1. Pada awal abad Masehi hubungan
antara Jawa Barat khususnya Sunda Kelapa dengan India telah terjalin. Agama
Hindupun diperkenalkan di Jawa Barat. Kontak dengan India tidak hanya karena
pedagang-pedagang Gujarat dari India yang datang tetapi orang-orang dari kerajaan di Jawa Baratpun berkunjung ke India.
Cara ini juga membawa pengaruh India atau Hindu ke Jawa Barat.
Disini
dijelaskan bahwa masuknya agama Hindu ke Jawa Barat tidak hanya dibawa oleh
orang-orang India, tetapi orang-orang
dari Kerajaan pun berkunjung ke India untuk mempelajari agama Hindu, dengan
kata lain terdapat peran orang-orang Nusantara dalam menyebarkan dan membawa
agama Hindu.
2. Sebelum masuknya unsur-unsur
kebudayaan Hindu, belum dikenal adanya Raja ataupun Kerajaan. Yang ada hanya
sebuah masyarakat dalam bentuk satu kampung atau satu desa. Kemudian beberapa
kampung atau desa membentuk sebuah persekutuan yang lebih besar sering disebut
suku atau lingkungan adat yang dikepalai
oleh seorang Kepala Suku atau
seorang Kepala Adat yang dipercaya karena mempunyai banyak pengetahuan,
pengalaman, bijaksana, gagah berani, dan mempunyai kesaktian atau memiliki
kemampuan yang luar biasa.
Diatas
dijelakan bahwa sebelum masuknya pengaruh Hindu, di Sunda Kelapa sebelumnya
telah ada sistem oraganisasi sosial yang dimana adanya Kepala Suku atau Kepala Adat yang menaungin masyarakat dalam satu
kampuang atau desa yang selanjutnyanya membuat persekutuan.
3. Pada akhir abad 15 ketika Islam melakukan
ekpansinya ke arah barat tempat ini menjadi sasaran untuk direbut. Pada saat
itu juga Sunda Kelapa dikuasai Demak dan kemudian beralih ke tangan Kesultanan
Banten yang juga beragama Islam. Ketika
VOC bercokol di tempat ini akhirnya kota pelabuhan tersebut dihancurkan,
dan ditempat ini pula VOC kemudian mendirikan pusat kegiatan dagang dengan
membangun kota baru yang diberi nama Batavia.
Pada
masa Sunda Kelapa dikuasai oleh VOC, seolah-olah VOC digambarkan kurang begitu
baik terlihat pada kalimat kedua Ketika VOC
bercokol ditempat ini bahasa yang digunakan tidak menguasai namun bercokol.
4. Secara makro, bandar Sunda Kelapa dapat dipandang sebagai sebuah
titik yang menghubungkan titik-titik lain yang lebih luas disepanjang jalur
dagang dunia. Jalur ini menghubungkan wilayah barat yang ujungnya Eropah
dan wilayah timur yang ujungnya Cina. Meskipun demikian pada dalam kenyataan
hubungan dagang yang terjadi tidak hanya melibatkan bangsa-bangsa Eropah dan
Cina saja, tetapi juga bangsa-bangsa lain yang berada disepanjang jalur
tersebut, terutama adalah bangsa Arab, Persia dan India.
Sunda
Kelapa sebagai sebuah bandar di dunia yang digambambarkan seolah-olah sebagai
tempat yang sentral dan memiliki peran yang penting dalam menghubungkan jalur
perdagangan dunia.
5. Munculnya
Tarumanegara
pada paruh kedua abad ke-15, menandai masuknya zaman baru di wilayah Jawa Barat
pada umumnya. Masa ini tidak hanya menandai awal pengenalan peradaban bacatulis, tetapi juga awal kehidupan
bernegara, yaitu tatanan masyarakat yang mengakui pengendalian terpusat sebagai
konsekuensi dari pengakuan atas kekuasaan sebagai kelompok masyarakat yang
berkuasa atas yang lain.
Hadirnya
kerajaan Tarumanegara membawa suatu dampak besar yang akhirnya menandai
peradaban bacatulis, bernegara, dan tatanan mayarakat yang lebih terpusat, dan
seolah-oleh dikuranginya peran India yang dimana bahasa yang digunakan bahasa
Sansekerta dan hurup Pallawa yang sebenarnya itu berasal dari India.
6. Sumber sejarah menyebutkan bahwa
kerajaan Sunda memiliki enam pelabuhan
yang ramai dan penting, masing-masing adalah pelabuhan Banten, Pontang,
Cigede, Tamgara, dan Cimanuk, dan Kalapa. Pelabuhan Kalapa ini yang dianggap
terpenting dapat ditempuh selama dua hari perjalanan dari ibukota kerajaan yang
disebut dengan nama Dayo. Melalui keenam
bandar tadi dilakukan hubungan perdagangan dengan negara-negara lain, SNI
II (1976; 242-3).
Sunda
Kelapa disini digambarkan sebagai suatu negara, yang telah menjalin hubungan
dagang dengan negara-negara lain, menggunakan keenam pelabuhanya.
7. Dari skripsi yang diberikan itu
menyimpulkan bahwa Sunda Kelapa mempunyai laut, yaitu teluk Jakarta yang baik
untuk memudahkan perahu-perahu merapat ke Sunda Kelapa, dan dengan demikian
sangat menguntungkan bagi pelayaran.
Di samping itu sungai ciliwung-pun merupakan suatu kemudahan bagi kebutuhan
primer perahu-perahu tersebut, yaitu mudahnya memperoleh air minum untuk bekal
dan melanjutkan pelayaran dari barat ke timur dan sebaliknya, yaitu pelayaran
dalam cabang jalur jalan sutera, dari
Asia Barat ke Asia Timur, tetapi juga dalam jalur pelayaran dari Maluku ke
Malaka dan sebaliknya.
Posisi
Sunda Kelapa digambarkan sebagai tempat merapatnya kapal-kapal dan
menguntungkan bagi pelayaran. Sunda Kelapa pun sebagai transit yang strategis
bagi pelayaran dalam cabang jalan jalur sutera, dari Asia Barat ke Asia Timur.
8.
Jalur
pelayaran yang ke China melalui kepulauan Nusantara ada dua. Yang pertama
melalui selat Malaka dan yang kedua melalui selat Sunda. Oleh sebab itu untuk
mengisi perbekalan untuk pelayaran jarak jauh, terutama perbekalan kebutuhan
primer, yaitu air, bahan makanan dan kayu api. Sunda Kelapalah merupakan tempat persinggahan yang ideal. Perkembangan
komunikasi terjadi meskipun Sunda Kelapa tidak menghasilkan lada, tetapi
hubungan yang terjalin dengan daerah Mataram, Banten, Palembang, Banjarmasin,
dan tempat-tempat lain di kepulauan Nusantara bermanfaat. Hubungan-hubungan ini
memberi peluang bagi Sunda Kelapa menjadi suatu
tempat interaksi antar tempat pertemuan berbagai bangsa. Tempat pertemuan
ini kemudian berkembang menjadi stapple
place.
Keadaan
geografis Sunda Kelapa sebagai sebagai suatu bandar yang menghubungkan atau
pertemuan berbagai bangsa, bahkan dikatakan sebagai stapple place.
9. Jenis hubungan Sunda Kelapa dengan dunia luar adalah tidak saja dalam
bidang perdagangan, tetapi juga dalam bidang agama.
Hegemoni
Sunda Kelapa yang seolah-olah sejajar dengan negara lain, memiliki hubungan
tidak hanya perdagangan namun dalam bidang agama pun Sunda Kelapa memiliki
peranan.
10. Peranan Sunda Kelapa baik sebagai pelabuhan maupun sebagai tempat pertemuan
berbagai bangsa tidak mungkin dibahas tanpa melibatkan peranan laut tanpa sarana komunikasi. Bagi kepulauan Nusantara pada
umumnya dan bagi Sunda Kelapa pada umumnya, laut merupakan faktor yang
mempengaruhi kehidupan penduduknya (Chanduri, 121).
Sunda
Kelapa disini digambarkan sebagai tempat pertemuan antar bangsa yang baik,
dipengaruhi oleh faktor internal geografisnya dimana peranan lautnya sangat
strategis sebagai sarana komunikasi.
11. Juga disebut Sunda Kelapa merupakan
pelabuhan yang diatur dengan baik sekali dan dikuasai kerajaan Hindu Pajajaran
(Meil, 133). Selain rempah-rempah dan bahan makanan, Sunda Kelapa meningkatkan
perdagangannya dengan mengadakan kontak dengan kepulauan Maldives yang terletak
di Samudera Hindia. Dari sini Sunda Kelapa mendatangkan budak untuk selanjutnya
diperdagangkan kembali. Perdagangan dengan kepulauan Maldives cukup ramai.
Sunda
Kelapa digambarkan sebagai pelabuhan yang baik sekali, dan telah mengadakan
hubungan perdagangan dengan negara lain seperti Kepulauan Maldives.
12. Akar wangi merupakan produk dari
Himalaya sekitar Kashmir, komoditi ini diekspor baik dari Bombay maupun dari
Kalkuta. Komoditi-komoditi yang diperdagangkan di Sunda Kelapa menunjukan bahwa
di Sunda Kelapa sudah mengenal berbagai barang mewah dari berbagai penjuru
dunia, merekapun sudah giat mencari peluang-peluang baru untuk mengembangkan
perdagangannya, namun mereka tidak mustahil juga, apabila mereka sudah
mempunyai kemampuan untuk menikmati kehidupan yang cukup mewah menurut ukuran
zamannya.
Digambarkan
kehidupan Sunda Kelapa pada waktu itu sudah mengenal barang mewah dari penjuru
dunia menurut ukuran zamannya, ini menunjukan bahwa bandar Sunda Kelapa banyak
dikunjungi oleh para pedagang Asing.
13. Sejak abad awal tarikh Masehi, Sunda Kelapa agaknya sudah dikenal
diberbagai penjuru dunia. Hal ini dapat dilihat dengan diterimanya agama
Hindu di pusat kerajaan dan adanya berita-berita China yang berasal dari abad
awal Masehi. Jadi pelayaran itu sudah dilakukan antara Asia Tenggara, termasuk
Sunda Kelapa.
Sunda
Kelapa merupakan bandar yang terkenal di penjuru dunia, telah ada pelayaran
antar Asia Tenggara dan termasuk didalammya Sunda Kelapa.
14. Sunda
Kelapa sebagai titik pertemuan antar bangsa
yang perlu dilihat dari sudut keletakannya. Dalam skala luas, Sunda Kelapa
terletak di daerah kepulauan di wilayah Asia Tenggara.
Dari
kalimat tersebut Sunda Kelapa digambarkan sebagai titik pertemuan antar bangsa,
dan seolah-olah memiliki peran sentral pada letaknya geografisnya.
D. Kesimpulan
Laporan
hasil penelitian yang berjudul Sunda
Kelapa sebagai Bandar di Jalur Suteta ini sesungguhnya merupakan salah satu
dari pelaksanaan proyek penelitian dengan tema “Kota-kota Bandar Sepanjang
Jalur Sutera” (Harbour Cities Along the
Silk Roads). Buku ini merupakan salah satu hasil pelaksanaan kegiatan yang
diselenggarakan oleh Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
dalam tahun 1994/1995.
Buku
ini termasuk kedalam jenis Sejarah Akademik yang dimana dalam menganalisis Bandar Sunda Kelapa
penulis mengawalinya dengan pertanyaan pokok yang merupakan rumusan masalah
dari penelitiannya. Untuk mengkaji dan menjelaskan Bandar Sunda Kelapa tersebut
Penulis menggunakan alat bantu dan teori ilmu-ilmu sosial lainya seperti ilmu
arkeologi, sejarah dan geografi. Dengan demikian model penulisan sejarah
seperti ini memperlihatkan sebagai suatu penulisan sejarah ilmiah.
Dari
hasil analisis historiografi yang telah dilakukan terhadap buku Sunda Kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutera,
dapat disimpulkan bahwa buku ini bersifat atau menganut paham penulisan sejarah
yang Indonesiasentrisme. Didalam buku
ini banyak menampilkan peran bangsa Indonesia (Sunda Kelapa-Jawa Barat),
sebagai peran utama dalam sejarahnya. Seperti salah satunya dijelaskan bahwa
masuknya agama Hindu ke Jawa Barat tidak hanya dibawa oleh orang-orang India,
tetapi orang-orang dari Kerajaan pun
berkunjung ke India untuk mempelajari agama Hindu, dengan kata lain
terdapat peran orang-orang Nusantara dalam menyebarkan dan membawa agama Hindu.
Ini pun dipengaruhi oleh subjektifitas penulisnya yang dimana merupakan tim
yang dibentuk oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
DAFTAR PUSTAKA
Supratikno
Raharjo, dkk. 1996. Sunda Kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutra. Laporan
Penelitian. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Agus
Mulyana & Darmiasti (2009), Historiografi Di Indonesia Dari
Magis-Religius Hingga Strukturis, Bandung: Refika Utama.
SNI
(Sejarah Nasional Indonesia). Jilid II
dan III. 1976. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Guillot,
C. 1992. Perjanjian dan Masalah Perjanjian antara Portugis dan Sunda tahun
1522. Aspek-aspek Arkeologi Indonesia. No.
13 Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Meilink-Roelofsz,
M.A.P. 1969. Asian Trade and European
Influence in the Indonesian Archipelago Between 1500 and About. 1930
(Reprint) The Hague: Martinus Nijhoff.
LAMPIRAN
Sampul dan Daftar Isi Buku
Label:
Historiografi
Lokasi:
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)