Restorasi Meiji
Atau Modernisasi Jepang
oleh;
Dede Yusuf
1.1 Runtuhnya
Pemerintahan Tokugawa
Berbicara
mengenai Tokogawa, maka sangat erat kaitannya dengan zaman Edo. Zaman Edo
(1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa.
Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa waktu itu berpusat di
kota Edo (Tokyo). Zaman Edo atau sering juga disebut masa Tokugawa adalah zaman
yang sangat berpengaruh bagi Jepang modern, bukan hanya karena zaman ini adalah
satu masa sebelum Restorasi Meiji yang menjadi gerbang modernisasi di Jepang
tetapi karena pada masa ini unsur-unsur budaya Jepang berkembang dengan pesat.
Berbagai kemajuan Jepang dicapai pada masa ini, mulai dari lahirnya berbagai
bentuk kesenian sampai sistem perekonomian yang maju, masyarakatnya pun tidak
hanya mengalami kemajuan tetapi juga menjadi landasan terbentuknya masyarakat
Jepang modern.
Shinzaburo
(dalam Situmorang, 1995 :41), membagi periode pemerintahan Tokugawa berdasarkan
kemantapannya atas tiga periode :
1.
Periode
pertama tahun 1603-1632
Periode
pertama adalah masa shogun Ieyashu (1603-1605)sampai pada masa shogun Hidetada
(1605-1632). Pada periode ini berkembang aliran Konfusionis yang bertujuan demi
kepentingan politik.
- Periode kedua tahun 1633-1854
Periode kedua adalah masa kemantapan
keshogunan Tokugawa, yang diperintah oleh sepuluh generasi Tokugawa, dari
Iemitsu (1633-1651) sampai shogun Ieyoshi (1837-1853)
- Periode ketiga tahun 1855-1867
Periode ketiga adalah masa kehancuran
keshogunan Tokugawa hingga menyerahkan kekuasaan kepada kekaisaran (1853-1867)
diperintah oleh tiga generasi Tokugawa yaitu Shogun Iesada, Iemochi dan
Yoshinobu.
Pemerintah
Tokugawa mengalami masa kejayaan yang panjang tetapi pada abad ke-19, kekuasaan
Tokugawa mulai mengalami kemunduran. Kaum samurai makin mengalami kesulitan
keuangan dan hutang yang terus meningkat. Di kota-kota mulai terjadi
ketegangan-ketegangan antara pedagang kaya dengan rakyat miskin, di desa-desa
mulai ada perbedaan antara yang memiliki tanah dan yang tidak memiliki tanah
(Suryohadiprojo,1982:21).
Selain penyebab diatas, faktor lain yang
meyebabkan runtuhnya pemerintahan Tokugawa adalah berikut ini
- Kaikoku
(Pembukaan Negara)
Selama kurang lebih 250 tahun Jepang
menutup diri dari pengaruh luar. Jepang tidak menyadari adanya kemajuan-kemajuan
yang diperoleh bangsa barat, terutama dalam bidang industri. Perkembangan
kapitalisme mengakibatkan revolusi industri, sehingga bangsa barat melihat luar
negeri untuk mencari daerah pemasaran bagi hasil industrinya dan mencari sumber
bahan baku yang baru. Menjelang akhir abad ke-17 bangsa barat mendesak untuk
mengadakan hubungan dagang dengan Cina dan Jepang. Bangsa barat yang pertama
datang ke Jepang adalah Rusia (Nurhayati,1987:33)
Pada tahun 1853 Amerika mengirimkan utusan
yang dipimpin oleh Commodore Matthew.C. Perry yang masuk ke Jepang melalui
teluk Edo. Menurut Nurhayati (1987 ;35), Perry membawa surat resmi dari
presiden Amerika Serikat yang menyatakan ingin mengadakan hubungan dagang
dengan Jepang dan juga dijelaskan bahwa kedatangan Perry adalah untuk meminta :
- Perlindungan
bagi pelaut Amerika yang mengalami kecelakaan di laut.
- Pembukaan
kota-kota pelabuhan bagi kapal-kapal Amerika untuk melakukan perbaikan
kapal dan menambah perbekalan.
- Pembukaan
kota-kota pelabuhan untuk perniagaan.
Setelah surat itu disampaikan,
pemerintahan bakufu meminta waktu satu tahun untuk mempertimbangkan hal
tersebut. Setahun kemudian Perry kembali lagi ke Jepang dengan membawa armada
perangnya untuk memaksa Jepang agar mau membuka hubungan dengan Amerika. Perry
tidak segan-segan mengancam dengan kekerasan. Rakyat Jepang menolak kedatangan
bangsa asing dan mereka menyerukan slogan yang dikenal dengan Sonno Joi yang
berarti hormati Tenno dan usir kaum biadab (maksudnya orang-orang asing).
Mereka menunjukkan sikap yang anti terhadap bangsa asing. Di beberapa wilayah
rakyat Jepang mengadakan kekacauan-kekacauan untuk mengusir bangsa Barat
(Nurhayati,1987:45).
Pada tanggal 31 Maret 1854 pemerintah
Tokugawa akhirnya menandatangani perjanjian dengan Amerika di Kanagawa yakni
sebuah kampung nelayan di Yokohama, lalu Amerika menempatkan Konsul Jendral
yang bernama Townsend Harris di Yokohama. Dengan demikian akhirnya Jepang
dibuka setelah pengasingan yang berlangsung sepanjang 250 tahun dan tidak lagi
merupakan sebuah negara terpencil dari masyarakat dunia (Nurhayati,1987:33).
- Pemberontakan
dalam Negeri
Sejak terjadinya
pembukaan negara, pemberontakan dalam negeri semakin meningkat karena rakyat
Jepang tidak menginginkan perjanjian tersebut ditandatangani oleh pemerintahan
Tokugawa, terutama pihak kekaisaran karena perjanjian itu belum memperoleh izin
dari kaisar. Penandatanganan perjanjian ini menimbulkan kekesalan dan gerakan
anti pemerintahan bakufu yang diwakili oleh daimyo Tozama. Hal-hal yang mereka
tentang antara lain adalah menentang adanya hubungan dagang dengan orang asing,
menginginkan pengembalian fungsi politik kepada kaisar, dan ingin menegakkan
kembali pemujaan terhadap Tenno dan agama Shinto serta kembali pada Shintoisme
yang murni sebagai reaksi dari Ryobu Shinto dan Budhisme (Nurhayati,1987:45).
Perjanjian dengan negara Barat juga
membawa dampak dimana perdagangan berkembang pesat. Golongan petani merupakan
produsen yang sangat membantu kehidupan golongan lain. Tetapi mereka sangat
menderita karena diwajibkan membayar pajak yang sangat tinggi dengan sebagian
hasil panen mereka. Ada semboyan yang berbunyi “kepada petani jangan diberi
kehidupan maupun kematian” artinya bahwa setiap petani harus ditempatkan
sebagai kelas masyarakat yang hanya wajib berproduksi dan membayar pajak.
Akibatnya kehidupan petani semakin sulit
dan akhirnya banyak yang meninggalkan lahan pertaniannya dan menjadi buruh tani
di tanah pertanian orang lain. Mereka juga mulai membentuk kelompok-kelompok
untuk membela haknya dengan kekerasan, memberontak, dan melawan pemerintah
(Nurhayati,1987:19). Pemberontakan petani yang tidak puas terhadap pemerintah
semakin hari semakin mengacaukan keadaan Jepang saat itu. Disamping bencana
alam dan bahaya kelaparan yang sering terjadi pada pemerintahan Tokugawa
menambah semangat rakyat untuk meruntuhkan kedudukan shogun.
Akibat dari penandatanganan perjanjian
tersebut, pemerintah Tokugawa tidak lagi memperoleh kepercayaan dari rakyat
untuk melindungi mereka dari pengaruh luar dan tidak dapat memberikan perlindungan
terhadap rakyatnya.
Alasan ini dimanfaatkan oleh beberapa
pihak yang ingin menggulingkan kekuasaan Tokugawa. Setelah terjadi beberapa
peristiwa buruk, maka pada tahun 1867 pemerintah Tokugawa menyerahkan kekuasaan
pada kaisar Meiji. Dengan demikian pemerintahan Tokugawa berakhir dan kekuasaan
penuh berada di tangan kaisar (Sihombing,1997:51).
1.2 Latar Belakang
Restorasi Meiji
Pada
tahun 1853, komodor Matthew C. Perry dari Amerika Serikat memasuki teluk Tokyo
dengan kekuatan satu kuadron, sebanyak empat kapal. Ia kembali tahun berikutnya
dan berhasil membujuk Jepang untuk membuat perjanjian persahabatan dengan
negaranya. Pada tahun yang sama menyusul perjanjian-perjanjian serupa dengan Rusia, Inggris dan Belanda, sehingga
Jepang kembali terbuka bagi dunia luar.
Perjanjian-perjanjian tersebut diubah
empat tahun kemudian menjadi perjanjian perdagangan, dan kemudian perjanjian
yang serupa dibuat dengan Perancis.
Kejadian-kejadian
tersebut berdampak meningkatkan tekanan arus sosial dan politik yang
meggerogoti fondasi struktur feodal. Selama kira-kira satu dasawarsa terjadi
kekacauan besar, sampai sistem feodal keshogunan Tokugawa runtuh pada tahun
1867 dan kedaulatan dikembalikan sepenuhnya kepada kaisar dalam Restorasi Meiji
pada tahun 1868.
Runtuhnya
pemerintahan Tokugawa merupakan berakhirnya zaman Edo yang ditandai dengan
penyerahan kekuasaan Shogun Keiki kepada kaisar Meiji. Zaman baru ini disebut
zaman Meiji yang berlangsung antaa 1868-1912. Kaisar Meiji juga dipanggil
sebagai kaisar Mutsuhito. Sebagai pusat pemerintahan maka kota Edo diganti
namanya dengan Kyoto, dan pada tahun 1869 ibu kota di pindahkan dari Kyoto ke
Tokyo (Suradjaja,1984:21).
Pada masa inilah Jepang bergerak
memodernisasikan diri dalam segala bidang, yang dikenal dengan Restorasi
Meiji, dimana Jepang membangun sistem pemerintahan, ekonomi bahkan budaya
dengan mencontoh negara-negara Barat.
Masa Meiji (1868-1912) merupakan salah
satu periode yang paling istimewa dalam sejarah bangsa-bangsa. Di bawah
pimpinan Kaisar Meiji, Jepang bergerak maju sehingga hanya dalam beberapa
dasawarsa mencapai apa yang diinginkan dimana di Barat memerlukan waktu
berabad-abad lamanya. Hal yang dicapai tersebut adalah pembentukan suatu bangsa
yang modern yang memiliki perindustrian modern, lembaga-lembaga politik modern,
dan pola masyarakat yang modern. Golongan-golongan lama yang selama masa feodal
membuat masyarakat terbagi dihapuskan. Seluruh negari terjun dengan semangat
dan antusiasme ke dalam studi dan pengambilalihan peradaban Barat modern.
Perekonomian
pada masa Tokugawa masih sangat terbatas dan hanya bersifat perdagangan antar
daerah melalui laut pedalaman dan hanya berkisar pada beras dan tekstil. Ini
dipengaruhi oleh sikap samurai yang memandang rendah kepada perdagangan dan
segala hal yang bersangkutan dengan uang. Selain itu, pemerintah Tokugawa juga
melarang untuk mengadakan hubungan dengan luar negeri.
Maka setelah Restorasi Meiji, perekonomian
Jepang memperoleh kesempatan yang baik untuk mulai berkembang dengan melakukan
pembaharuan-pembaharuan. Pembaharuan yang paling utama adalah penghapusan
sistem feodal yang diterapkan oleh Tokugawa, sehingga terbukalah peluang untuk
rakyat Jepang terhadap pendidikan yang meniru sistem pendidikan dunia Barat,
selain dengan menerapkan sistem moneter, sistem pajak yang memungkinkan
berkembangnya kapitalis atau kaum pemodal. Selain itu, pemerintah Meiji juga
mendatangkan tenaga-tenaga ahli dan mengimpor mesin-mesin pabrik untuk ditiru,
sehingga Jepang mampu membangun dan memodernisasikan industrinya.
DAFTAR PUSTAKA
Suradjaja,
I Ketut.1984. Pergerakan Demokrasi Jepang.
Jakarta: Karya Unipress.
Situmorang,
Hamzon. 1995. Perubahan Kesetiaan
Bushi dari Tuan kepada Keshogunan dalam Feodalisme Zaman Edo (1603-1868) di
Jepang. Medan : USU
Press.
Suryanadiprojo, Sayidiman. 1982. Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjuangan Hidup. Jakarta : UI
Press dan Pustaka Bradjaguna.
Yeti
Nurhayati, 1987, Langkah-langkah Awal
Modernisasi Jepang, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Sihombing,
Amin. 1997. Sistem Stratifikasi Sosial Masyarakat Jepang Pada Masa Edo. Medan :
USU Press