Senin, 09 April 2012

Dinasti Mamalik (1250-1517 M)


Dinasti Mamalik (1250-1517 M)

oleh ;
Dede Yusuf


(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqh9e31Dz-tjBsfurmuv36LTRxANbLpmn8vnQ16eyojA9akWuG9VrD3UJGqZIxVuavzArIYMXNjzFFlZz4G5cO2t-skTVmZjdJSSbLVMged8iK705wbyCrzlPIGa5S5f2ElEw8YuCoP-M/s1600/800px-Myrbach-Charge_of_the_Mamluks.jpg)

Dinasti Mamalik atau yang sering disebut juga dengan sebutan Dinasti Mamluk, merupakan sebuah fenomena yang sulit dipahami bahkan bisa dibilang sangat  unik dan ajaib. Dinasti Mamalik bila dilihat dari namanya adalah golongan yang berasal dari hamba atau budak yang dimiliki oleh para sultan amir pada masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyah. Dinasti Mamalik ini didirikan oleh para budak, yang awalnya merupakan orang-orang yang ditawan oleh pemerintah Dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik secara militer dan selanjutnya dijadikan sebagai tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari  masyarakat. Oleh penguasa Dinasti Ayyubiyah yang terakhir yaitu Al-Malik Al-Salih, mereka dijadikan pengawal istana untuk menjamin kelangsungan kekuaasaannya. Pada masa kekuasaannya pula kaum Mamalik ini mendapatkan hak-hak yang istimewa baik dalam bidang ketentaraan maupun dalam pemberian imbalan-imbalan materiil. Dinasti Mamalik ini berdiri tidak terlepas dari dua dinasti yang berdiri sebelumnya di Mesir yaitu Dinasti Fathimiyah dan Dinasti Ayyubiyah. Pada masa Dinasti Ayyubiyahlah kaum Mamalik ini banyak mendapatkan didikan secara militer oleh para tuan mereka yaitu para sultan dan amir. Setelah meninggalnya sultan Dinasti Ayyubiyah yang terakhir yaitu Al-Malik Al-Salih, akhirnya pemerintahan di Mesir pun dipimpin oleh Dinasti Mamalik yang didrikan oleh kaum hamba atau budak. Dinasti Mamalik yang memerintah di Mesir dibagi dua, yaitu Mamluk Bahri dan Mamluk Burji yang memerintah pada tahap selanjutnya. Dinasti Mamalik di Mesir meberikan sumbungan yang sangat besar bagi sejarah peradaban umat Islam dengan prestasi-prestasi yang telah dicapinya seperti mengalahkan kelompok Nasrani Eropa yang menyerang Syam (Syiria), selain itu  Dinasti Mamalik ini berhasil mempertahankan pusat kekuasaannya dari bangsa Mongol mengalahkan pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan dapat dikalahkan oleh Dinasti Mamalik di bawah pimpinan Baybars. Pada waktu itu, Kairo menjadi satu-satunya pusat peradaban umat Islam yang selamat dari serangan bangsa Mongol. Dimana Bagdad yang kala itu menjadi pusat peradaban umat Islam dan ilmu pengetahuan harus hancur akibat serangan Hulagu Khan. Kairo pada waktu itu menjadi pusat peradaban umat Islam yang terpenting. Selain prestasi tersebut Dinasti Mamalik pun berhasil merebut dan selanjutnya mengislamkan  kerajaan Numbia (Ethiopia), serta menguasai pulau Cyprus  dan Rhodes. Dinasti Mamalik ini berakhir akibat sultan terakhir Dinasti Mamalik ini dihukum gantung oleh pasukan Usmani Turki. Setelah terjadinya peristiwa itu Kairo hanya dijadikan sebagai ibu kota provinsi Kerajaan Usmani.

Daftar Pustaka

Amin, S. M. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Yatim, B. (2008). Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sariono. (2011, 01 14). Dinasti Mamluk. Dipetik 04 08, 2012, dari Referensi Dakwah Islam: http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/dinasti-mamluk.html


Tanam Paksa Kopi Di Parahyangan (1830-1870)


TANAM PAKSA KOPI DI PARAHYANGAN (1830-1870)
(Perekomian Pulau Jawa Dalam Abad Ke 19)

 oleh;
Dede Yusuf

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan perekonomian pulau Jawa dalam abad ke 19, yaitu merupakan masa dimana terjadinya terjadinya sistem-sistem perekonomian seperti sistem sewa tanah (land-rent), sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) dan juga sistem ekonomi kolonial yang umumnya disebut sistem liberalisme. Perekonomian pulau Jawa pada masa itu merupakan masa dimana rakyat pulau Jawa tidak diuntungkan dalam kegiatan ekonomi, dikarenakan kegiatan ekonomi umumnya dimonopoli oleh pemerintah kolonial. Namun disini penulis tidak akan membahas ketiga kegiatan ekonomi tersebut namun memfokuskan pada kegiatan perekonomian sistem tanam paksa kopi di Parahyangan 1830-1870. Pembahasan ini sangat menarik dikarenakan sistem tanam paksa kopi di Parahyangan ini merupakan cikal bakal lahirnya sistem tanam pakasa di daerah lain di Nusantara. Sitem tanam paksa kopi di Parahyangan ini sebenarnya sudah ada sejak abad ke 18 yaitu dengan nama Preanger Stelsel, yaitu dimana masyarakat pada waktu itu diwajibkan untuk menanam kopi dikarenakan kopi pada waktu itu menjadi perimadona dunia dan harganya sangat mahal. Oleh sebab itu di sini penulis tertarik untuk menjelaskan tentang sistem tanam paksa kopi di Parahyangan 1830-1870 ini. Semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi setiap yang membacanya.
B.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah kegiatan perekomian masyarakat pada masa sitem tanam paksa kopi di Parahyangan 1830-1870 berlaku ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Lahirnya Sistem Tanam Paksa Kopi Di Parahyangan
Sitem tanam paksa di Indonesia selalu di kaitkan dengan Gubernur Jendral Johannes Van Den Bosch, yang dimana sebagai penggagas sistem tanam paksa di Indonesia. Sistem tanam paksa tersebut dijalankan dari tahun 1830-1870. Namun bila kita mengacu pada  pendapat Burger yang mengatakan bahwa “penanaman kopi yang mulai dilakukan oleh kompeni dalam abad ke 18 di Parahyangan” (Burger, 1962, hal. 101)Disini Burger mengatakan bahwa sistem tanam paksa di Indonesia sudah ada sejak abad ke 18, dan yang ditanam disana bukanlah tebu, nila atau indigo melainkan kopi. Dikarenakan kopi pada waktu itu menjadi perimadona dunia dan harganya sangat mahal. Terlepas daripada itu ditambah pula pada waktu itu Pemerintah Belanda mengalami defisit keunagan yang diakibatkan oleh perang Diponegoro 1825-1830, perang kemerdekaan Belgia 1830 dan ditambah pula utang luar negeri Belanda yang amat besar. Dan oleh sebab faktor itu akhirnya pemerintah Belanda pun mengeluarkan kebijakan untuk mengirimkan Gubernur Jendral Baru ke Indonesia untuk menggantikan Gubernut Jendral Sebelumnya. Gubernur Jendral baru yaitu Johannes Van Den Bosch dan setelah datang ke Indonesia Dia mengeluarkan kebijakan yaitu yang dikenal dengan sistem tanam paksa atau dalam bahasa Belanda disebut Cultuurstelsel.
Dan salah satunya yaitu melanjutkan sistem tanam paksa yang sudah ada di Parahyangan, yaitu sistem tanam paksa kopi. Kopi yang ditanam di Parahyangan berasal dari India Selatan dan bawa oleh pemerintah kolonial ke Batavia dan disebarkan ke daerah Parahyangan. Inilah yang menyebabkan lahirnya sistem tanam paksa kopi di Parahyangan.
B.     Pelaksanaan, Proses Produksi Dan Pendistribusian Kopi
“Dalam pelaksanaanya kebun-kebun kopi dibuat diatas tanah-tanah liar dengan mempergunakan pekerja-pekerja wajib” (Burger, 1962, hal. 101) namun dalam kenyataannya tanaman kopi tidak hanya ditanam pada tanah-tanah liar saja, namun akibat dari pemerintah Belanda yang barambisi ingin menambah hasil produksi tanaman kopi, akhirnya penduduk yang memiliki lahan pun diwajibkan untuk menyisihkan seperlima tanahnya untuk ditanami kopi. Dan bagi penduduk yang tidak memiliki lahan diwajibkan untuk bekerja pada lahan kopi tersebut. Dalam pelaksanaan tanam paksa kopi di parahyangan menurut Profesor Jan Breman, Guru Besar Emiritus pada Universiteit Van Amsterdam, menyatakan ‘sistem tanam paksa kopi di Parahyangan dipimpin oleh para bangsawan setempat yaitu para Menak dan Sentana, yaitu adalah bangsawan Sunda yang lebih rendah.’ (Wibisono, 2010) Akibat dikerahkannya bangsawan lokal tersebut beban petani sunda pun semakin berat, dikarenakan selain harus menyerahkan hasil tanaman kopi pada pemerintah Belanda petani pun harus menyerahkan hasil panen padi mereka pada bangsawan setempat. Itu merupakan semacam gaji bagi para Menak dan Sentana. Dalam pelaksanaan sistem tanam paksa kopi ini banyak penyimpangan-penyimpangan diantaranya; tanah petani yang dijadikan lahan penanaman kopi melebihi seperlima, tanah yang seharusnya dijadikan lahan penanaman kopi bebas pajak namun tetap dikenakan pajak, para pekerja yang seharusnya bekerja tidak melebihi masa tanam padi namun melibihi sehingga sangat membebani petani, kegagalan panen yang seharusnya ditanggung pemerintah namun ditanggung oleh rakyat, kelebihan hasil pertanian yang seharusnya diperuntukan untuk rakyat namun diambil oleh pemerintah dsb. Ditambah pula pada waktu petani Sunda hanya boleh berada di dua tempat yaitu desanya atau kebun kopi. Hukuman yang berlaku pun sangat keras bagi pekerja yang malas akan mendapat hukuman cambuk rotan atau pengasingan ke daerah lain. Dan disini penduduk semakin terjepit mereka hanya dijadikan budak dan ditindas oleh pemerintah Belanda.
Dalam proses pendistribusiannya kopi dari hasil tanam paksa yang dilakukan di Parahyangan dari berbagai sumber yang saya dapatkan yaitu mula-mula hasil panen dikumpulkan oleh para petani, lalu dibawan kepara para bangsawan setempat atau para Menak dan Sentana, lalu dari para bangsawan tersebut di berikan pada pemerintah kolonial untuk dikumpulkan di gudang dan selanjutnya di bawa ke Batavia untuk di kirim ke Amsterdam yaitu disana ada semacan perusahaan yang mengurus lelang produk-produk tanam paksa seperti kopi dan nila dan lalu kopi dijual ke benua Amerika atau kenegara lain di Eropa.

(Proses Pendistribusian Hasil Tanam Paksa Kopi Di Parahyangan)
C.    Faktor-Foktor Yang Mengakibatkan Sistem Tanam Paksa Kopi Berakhir
Menurut pendapat Profesor Jan Breman dalam bukunya menyatakan ‘tanam paksa kopi dihapus akibat perlawanan dari para petani Sunda, dan inilah faktor yang mengakibatkan tanam paksa kopi di cabut dan bukan pertimbangan-pertimbangan lain yang dilakukan oleh penguasa kolonial.’ (Wibisono, 2010). Dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa kopi di Parahyangan seperti yang telah di jelaskan dalam bagian kedua banyak hak-hak petani yang yang dibatasi oleh pemerintah kolonial dan timbulnya bencana kelaparan akibat berkurangnya lahan penanaman untuk padi yang digantikan dengan tanaman kopi, timbulnya harga-harga yang melambung, lalu timbulnya bencana kemeskinan dan diperparah oleh wabah penyakit serta kematian yang timbul akibat kekerasan dalam tanam paksa menyebabkan terjadinya perlawan dari para petani Sunda, dan dari sini para petani Sunda mulai mulai melakukan perlawanan-perlawan serta membenci dan menolak menanam kopi. Dan akhirnya pada tahun 1850 budi daya kopi dari Parahyangan tidak lagi bisa memenuhi permintaan pasar dunia.
Dan terlepas dari faktor-faktor diatas terdapat pula kritik-kritik dari berbagai golongan diantaranya datang dari kaum liberalis yang menyatakan bahwa tanam paksa tidak sesuai dengan ekonomi liberal atau eksploitasi berlebih terhadap Inlander (pribumi), lalu dari jurnalis Belanda E.S.W. Roodra Van Eisingan kerap menyuarakan pembebasan bagi rakyat Nusantara, lalu dari Baron Van Hoevel Ia reing melancarkan kecaman terhadap pelaksanaan tanam paksa, lalu dari Eduard Douwes Dekker mengarang buku Max Havelaar 1860. Dalam bukunya Ia mengenakan nama samaran Maltatuli, dalam bukunya menceritakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat tanam paksa dan tekanan pemerintah kolonial. Dan terakhir adalah tulisan C. Th Van Deventer dalam bukunya Een Eereschuld, yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan belanda. Akibat dari kritik-kritik tersebut akhirnya pemerintah Belanda secara berangsur-angsur mulai menghapuskan tanam paksa kopi dan akhirnya pada 1870 sistem tanam kopi di Parahyangan dihentikan oleh pemerintah kolonial Belanda.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sistem tanam paksa kopi di Parahyangan sebenarnya sudah ada sejak abad ke 18 dikarenakan kopi menjadi perimadona dunia pada waktu itu dan harganya sangat mahal. Terlepas dari faktor itu dikarenakan pula defisit keuangan yang dialami pemerintah kolonial Belanda yang menimbulkan gubernur jendral baru untuk menerapkan sistem tanam paksa di Indonesia untuk menutupi defisit tersebut. Dalam pelaksanaannya banyak terjadi penyimpangan sehingga merugikan para petani, dan akhirnya banyak para petani yang melakukan perlawan dan akibat dari perlawanan para petani dan banyak timbul kritik dari kaum liberal serta kaum humanis akhirnya pada 1870 sistem tanam paksa kopi di Parahyangan di hentikan oleh pemerintah kolonial Belanda.

DAFTAR PUSTAKA

Burger, D. H. (1962). Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Djakarta: Negara Pradnjaparamita.
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. (1984). Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Wibisono, J. (Composer). (2010). Het Preanger Stelsel Van Gedwongen Koffieteelt Op Java. [J. Breman, Performer, & RNW, Conductor] Amsterdam, Amsterdam, Belanda.
Historia, H. (2011, Januari 21). Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) 1830–1870. Retrieved Maret 05, 2012, from Histeria Historia: http://erakas.blogspot.com/2011/01/sistem-tanam-paksa-18301870.html
e-dukasi.net. (n.d.). Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Kolonial. Retrieved Januari 05, 2012, from e-dukasi.net: http://e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=272&uniq=2582


LAMPIRAN 

 

Metode Dan Sumber Sejarah

Metode Dan Sumber Sejarah

oleh ;
Dede Yusuf

A.    Metode Ilmiah Sejarah
            Metode sejarah ialah rekonstruksi imajinatif tentang gambaran masa lampau peristiwa-peristiwa sejarah secara kritis dan analitis berdasarkan bukti-bukti dan data peninggalan masa lampau yang disebut sumber sejarah. Prosedur kerja sejarawan untuk menuliskan kisah masa lampau itu, terdiri atas langkah-langkah berikut : (1) Mencari jejak-jejak masa lampau; (2) Meneliti jejak-jejak itu secara kritis; (3) Berdasarkan informasi yang diperoleh dari jejak-jejak itu berusaha membayangkan bagaimana gambaran masa lampau; dan (4) Menyampaikan hasil-hasil rekonstruksi imajinatif dari masa lampau itu sehingga sesuai dengan jejak-jejaknya maupun dengan imajinasi ilmiah. Prosedur itulah yang disebut metode sejarah.
            Pemahaman tentang sumber sejarah ini selain akan menjelaskan pengertian tentang sumber sejarah sebagai suatu istilah, juga klasifikasi sumber maupun jenis-jenisnya. Dan akhirnya perlu dikemukakan beberapa contoh sumber sejarah yang meliputi : (1) Metode ilmiah; (2) Klasifikasi sumber sejarah; (3) Kritik sumber sejarah; (4)Beberapa contoh tentang sumber sejarah.

      1.    Metode Ilmiah Sejarah
Sumber sejarah ialah bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Prosedur untuk menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalan-peninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data-data yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita sejarah yang dapat dipercaya, disebut metode ilmiah sejarah. Jadi metode ilmiah dalam sejarah bertujuan untuk memastikan dan memaparkan kembali fakta-fakta masa lampau berdasarkan bukti-bukti dan data-data yang diperoleh sebagai peninggalan masa lampau.
Rekaman sejarah atau sejarah sebagai rekaman terdiri dari rekaman sebagian kecil sejarah sebagai aktualitas. Dari yang pernah terjadi sebagaimana keadaan yang sebenarnya pada masa lampau hanya terekam sebagian kecil dari sumber-sumber sejarah, karena tidak semua peristiwa yang pernah terjadi pada masa lampau mendapat perhatian dan diteliti. Sebagian dari yang pernah diamati pada masa lampau tersimpan dalam
memori hanya sebagian yang ada dalam memori telah terekam; hanya sebagian dari rekaman itu meninggalkan bekas; hanya sebagian dari bekas itu menarik perhatian sejarawan; dari yang menarik perhatian itu hanya sebagian yang dapat dipercaya; hanya sebagian yang dapat dipercaya itu dapat memberi informasi, yang hanya sebagian saja dapat diterangkan atau diceritakan.
Sejarah yang diceritakan dalam tulisan atau lisan hanya merupakan ungkapan sejarawan dari bagian yang dapat dimengerti dari bagian yang dapat dipercaya dari bagian rekaman sejarah yang ditemukan itu tidak dapat dijamin sebagai bagian yang paling penting, paling representatif, atau paling langgeng.
Untuk sampai pada penyusunan cerita sejarah, yang terdiri dari sejarah serba tafsir, harus melalui tiga proses. Pertama,proses teoritis, yang mengacu pada prinsip-prinsip yang melandasi pemecahan masalah secara teoritis untuk mendekati atau mencapai kebenaran sejarah.Kedua, proses metodologis, yang mencarikan dan menunjukkan jalan untuk menemukan kebenaran sejarah tersebut. Dan ketiga, proses teknis, yaitu kemahiran-kemahiran tertentu untuk menggunakan alat-alat dalam penelitian untuk memperoleh atau mendekati kebenaran sejarah.
Ketiga proses tersebut berlangsung dalam penelitian sejarah dengan menggunakan metode sejarah. Yang disebut metode sejarah, dengan demikian, ialah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau2. Dengan menunjuk proses itu diperoleh data sejarah melalui penelitian terhadap evidensi-evidensi di dalam sumber-sumber sejarah. Kemudian diperoleh fakta-fakta sejarah untuk ditafsirkan menjadi cerita sejarah, yang melukiskan gambaran tentang masa lampau. Tafsiran tersebut ialah hasil rekonstruksi melalui proses pengujian dan penelitian secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah. Rekonstruksi imajinatif ini disebut histriografi (penulisan sejarah).
Untuk memperoleh pengetahuan sejarahyang benar, harus digunakan sumber sejarah yang benar pula. Penggunaan sumber-sumber sejarah itu harus menghasilkan ketentuan-ketentuan tentang kejadian peristiwa-peristiwa pada masa lampau, yaitu tentang sejarah sebagai kenyataan. Untuk merekonstruksi sejarah dalam wujud gambaran yang hidup dan menarik diperlukan imajinasi, tetapi imajinasi itu terikat oleh bukti-bukti peninggalan sejarah yang ditemukan dan etika untuk mencari kebenaran sejarah, tidak
bebas seperti imajinasi dalam sastra untuk menciptakan fiksi dalam cerita roman.
Kendati sejarawan harus dijiwai etos mencari kebenaran, ia tidak mungkin mengkorespondensikan atau membuat sama sejarah serba subjek dengan sejarah sejarah serba objek.
Metode sejarah yang merupakan bagian sangat penting dari teori untuk mengetahui ialah pendekatan (approach) kepada kebenaran sejarah. Sejarah sebagai realitas (history as reality) atau sejarah sebagai kenyataan adalah sejarah serba objek, yang pada hakikatnya dijadikan objek penelitian.
Dalam sejarah objek sudah lenyak tenggelam dalam masa silam dan hanya dapat dihubungi melalui peralatan sumber-sumber sejarah. Objeknya, dengan demikian, tersembunyi di balik sumber sejarah.
Setelah dengan teknik penelitian secara tertentu dipunguti fakta-fakta sejarah, kemudian diadakan penanggapan terhadap fakta-fakta sejarah tersebut untuk memperoleh arti dan maknanya. Selanjutnya seleksi atau penyaringan fakta-fakta, yaitu memilih fakta-fakta yang relevan dan diperlukan. Setelah itu masih harus diadakan interpretasi atau penafsiran fakta-fakta untuk melakukan rekonstruksi imajinatif masa lampau dengan memberi berbagai fungsi pada fakta-fakta itu dalam pertelaan sejarah berupa cerita sejarah yang bermakna (significant atau meaningful). Dalam cerita sejarah masih harus dijelaskan fungsi genetis (asal-mula jadinya), evolusional, dan kausal. Kejadian peristiwa-peristiwa harus diterangkan mengenai apa, siapa, di mana, kapan, bagaimana, mengapa, sebab apa )what, who, when, where, how, why).
Dari sumber-sumber sejarah itu dipunguti fakta-fakta sejarah, tetapi fakta-fakta sejarah itu tidak tersedia dengan begitu saja dan siap untuk dipunguti. Kemudian dibuat sintesis sejarah dalam rekonstruksi imakinatif masa lampau yang diselidiki. Ilmu sejarah bertugas untuk mengerti, memahami, dan menghayati masa lampau dengan memberi bentuk kepada kenyataan-kenyataan dalam masyarakat manusia pada masa lampau. Ilmu sejarah berusaha memperoleh kebenaran mengenai peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di dalam masyarakat manusia pada masa lampau.

       2.    Klasifikasi Sumber Sejarah
Dalam Sejarah terdapat bahan-bahan asli untuk membentuk pengetahuan sejarah. Bahan- bahan tersebut berupa rekaman – rekaman sejarah. Dalam bahasa Jerman ada istilah Quellenkunde, yaitu pengetahuan tentang sumber – sumber sesuatu yang secara langsung dan tidak langsung.
Menurut bentuknya klasifikasi sejarah dibedakan menjadi tiga, yaitu: Pertama, Sumber Dokumenter (berupa bahan dan rekaman sejarah dalam bentuk tulisan). Kedua, Sumber Korporal (berwujud benda seperti bangunan, arca, fosil, dan sebagainya). Ketiga, Sumber Lisan (terdiri dari sejarah lisan).
Menurut Jan Romein, Sumber sejarah dibagi menjadi sumberlangsung dan sumber tidak langsung.  Sumberlangsung dibagi lagi ke dalam peninggalan disengaja dan peninggalan tidak disengaja. Peninggalan yang disengaja diwariskan dengan tujuan untuk tanda peringatan kepada generasi penerus. Sementara Peninggalan yang tidak disengaja dibagi menjadi lima kategori, yakni: Pertama, bekas manusia (fosil-fosil). Kedua, bekas sisa-sisa bangunan. Ketiga, sisa-sisa keadaan masyarakat. Keempat, peninggalan bahasa. Kelima, tulisan-tulisan berupa bukti pembayaran, daftar barang, buku harian, dan lain-lain.
Sumber tidak langsung atau sumber sejarah bercerita, juga disebut tradisi yang terbagi atsa tradisi berwujud rupa, tulisan, dan lisan. Tradisi lisan terdiri dari cerita naluri yang diwarisakan atau yang dituturkan turun temurun dalam bentuk sage, mitos, legenda, dan sebagainya. Berita lisan tentang peristiwa sejarah termasuk sejarah oral.
Kronik , biografi, autobiografi dan memoir merupakan bentuk-bentuk peralihan kepada karya-kaya sejarah yang sebenarnya, yang biasa dibagi menjadi dua macam. Pertama, sejarah modern atau sejaraha kontenporer (contemporary or current history), yaitu yang menceritakan masa yang didalam dan masa dekat sebelumnya. Kedua, sejarah yang tersusun berdasarkan pada hasil penelitian terhadap sumber- sember sejarah.
Disamping sumber sejarah juga sering disebut literatur atau kepustakaan sebagai kategori tersendiri.
Suatu tulisan mengenai subjek tertentu dalam sejarah berfungsi sebagai sumber sejarah. Sumber sejarah yang asli disebut “Sumber Primer” sedangkan yang berisi bahan-bahan asli yang sudah digarap disebut “Sumber Sekunder”.
Sumber sejarah memuat rekaman ingatan umat manusia mengenai pengalaman-pengalaman dari masa lampau,.dengan adanya rekaman sejarah  itu ingatan  tersebut dapat diawetkan. Dengan demikian di dalam sejarah diawetkan kumpulan pengalaman kolektif umat manusia yang berakumulasi (accumulated collective memory on mankind).
Peristiwa- peristiwa dalam masyarakat manusia telah terjadi lenyap untuk selama-lamanya dalam masa lampau. Kadang-kadang hanya meninggalkan jejak-jejak yang hanya sedikit. Dan sebagian kecil diantaranya telah melakukan observasi. Rekaman sejarah sebagian besar ditemukan dalam bentuk fragmentaris (sebagian-sebagian atu sepengalan-sepenggalan) dan tidak lengkap. Kenyataan ini sering terjadi, mengingat sejarah yang berlangsung beribu-ribu tahun masih belum mengenal alat percetakan buku. Buku sejarah modern jumlah rekamannya menjadi sangat besar. Misalnya dokumen sejarah mengenai Perang Dunia II jumlahnya berpeti-peti jika dijejerkan akan betapa panjangnya. Kendantipun demikian rekaman-rekaman sejarah didalamnya masih belum lengkap. Rekaman sejarah itu tidak lengkap dan tidak mungkin lengkap karena keterbatasan kemampuan manusia. Bahkan panitia yang bagaimana pun besarnya tidak akan dapat membaca dan  meneliti dokumen tersebut.

       3.     Kritik Sumber Sejarah
Untuk membuat rekonstuksi imajinatif masa lampau sejarawan harus harus mencari dan mengumpulkan sumber sejarah untuk meneliti isinya. Diperlukan bantuan beberapa cabang ilmu. Dalam rekonstruksi imajinatif sejarah dibuat gambaran yang terdiri dari anggapan-anggapan mengenai gejala-gejala sejarah yang didapat dari evidensi-evidensi yang ditemukan di dalam sumber-sumber sejarah. Data yang terdapat dalam evidensi-evidensi tersebut harus di uji secara kritis kebenarannya. Proses intelektual dalam menyusun gambaran sejarah melalui tiga taraf. Laboratorium yang lazim bagi sejarah perpustakaan dan alat yang paling bermanfaat disitu ialah katalogus( Henry S, Comamager. The nature and study of history :24) dalam taraf pertama diadakan pengumpulan informasi debgan didahulukan eksplorasi integrasi intelektual data yang terkumpul melalui penilaian secara kritis dan akhirnya dalam taraf ketiga yaitu taraf informasi disusun rekonstuksi sejarah.
            Tiga tahap dalam pekerjaan menyusun gambaran sejarah  mencakup empat kegiatan yaitu: Pertama, pencarian dan pengumpulan sumber sejarah yang relevan, setelah ekspolorasi literatur. Kedua, setelah menemukan sumber sejarah yang diperlukan  harus menentukan:
1.      Apakah sumber sejarah itu otentik atau jika otentik untuk sebagian, berapa bagiankah yang otentik
2.      Berapa banyak bagian otentik itu dan sejauh mana dapat dipercaya
dengan demikian diadakan seleksi atau penyaringan data untuk menyingkirkan bagian-bagian bahan sejarah yang tidak dapat dipercaya.
Ketiga, memecahkan masalah yang lebih berat, yaitu menyusun fakta-fakta sejarah dalam historiografi. Keempat, mengadakan sintesis sejarah, yaitu menafsirkan fakta sejarah dalam historiografi untuk mewujudkan cerita sejarah.
            Dalam metode penelitian sejarah kegiatan pertama disebut Heuristik. Kegiatan kedua disebut kritik sumber yang didasari etos ilmiah yang menginginkan menemukan atau mendekati kebenaran. Dalam kegiatan ketiga diadakan penafsiran terhadap arti fakta-fakta sejarah (ammusung) dan kegiatan keempat ialah historiografi untuk menyajikan gambaran sejarah (Darstellung). (Bernsheim, Lehrbuch 1889:781) dalam  pada itu  berkenaan dengan kritik sumber juga ada dua macam yaitu:
            Pertama, kritik ekstern atau kritik luar untuk menilai otentisitas sumber sejarah. Sumber yang otentik tidak mesti harus sama dengan sumber dan isi tulisan dalam dokumen harus sembunyi  dan sama dengan sumber aslinya, baik menurut isinya yang tersurat maupun yang tersirat.
            Kedua, kritik intern atau kritik dalam untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggung jawab dan moralnya. Isinya dinilai dengan membandingkan kesaksian-kesaksian didalam sumber dengan kesaksian dari sumber lain.
            Metode kritik sumber ini dirintis oleh sejarawan jerman yang berasal dari denmark, yaitu Barthold George Niebuhr (1746-1831). Leopold von Ranke (1795-1886) berusaha nmenuliskan sejarah yang objektif dan beranggapan bahwa sejarah harus menuturkan fakta-fakta sebagaimana keadaan yang sebenarnya. Fakta-fakta sejarah tersebut harus dapat berbicara sendiri, tidak boleh dilebihi dan tidak boleh dikurangi (Notosusanto, Norma2 ,1997:5)
            Dalam penelitian terhadap bahan dan bentuk sumber sejarah melalui kritik ekstern di persoalkan antara lain hal
1.      Dari bahan apa dokumen itu dibuat, apakah dari batu, logam, kayu, bambu, papirus, perkamen, kain sutera, kertas, dan sebagainya.
2.      Dengan alat apa tulisan itu dibuat apakah dengan pahat, benda runcing, atau yang lain.
3.      Aksara apa yang digunakan dan bagaimana bentuk huruf-hurufnya
4.      Bahasa apa yang digunakan dan dalam bentuk apa beritanya disajikan (Dasuki, sejarah 1974:29) 

       4.    Beberapa Contoh Sumber Sejarah
Beberapa contoh sejarah misalnya, naskah yang tertulis atau dokumen, jika sebuah dokumen itu asli maka kertas dan tinta harus sejaman dengan bentuk tulisan tersebut (yaitu bentuk huruf-huruf dalam tulisan, gaya bahasa dan aturan tata bahasanya), maka dokumen ini telah bisa diselidiki secara ilmiah.
Selanjutnya prasati, prasasti tidak dapat diselidiki oleh sembarang orang, melainkan oleh para epigrafyang faham bahasa sansakerta, jawa kuno, dan sebagainya. Prasasti  merupakan piagam resmi dari seorang raja atau pejabat kerajaan. Prasati merupakan sumber sejarah kuno Indonesia yang sangat penting karena banyak dipercaya dan diteliti oleh epigraf. Prasati artinya adalah ucapan-ucapan pujian dan kemudian di artikan perintah raja. Prasasti biasanya dibuat di batu atau lempeng logam. Maksud membuat prasasti adalah sebagai pengesahan terhadap tindakan kerajaan. Isinya yang lengkap adalah:
1.      Sreing memuat nama raja, gelar dan nama kerajaaan.
2.      Biasanya berangka tanggal dan tahun, dalam tarikh syaka, ada juga prasati yang berangka tahun namun dapat diperkirakan dari bentuk aksaranya.
3.      ada bagian alas an atau motivasi mengapa dibuat prasati ini bagian ini disebut sambadhadan penting karena memuat:  
a.       nama para pendeta atau punggawa yang melaksanakan perintah raja.
b.      penjelasan mengenai peristiwa.
c.       nama para saksi.
d.      mantera-mantera untuk memuja dewa.
e.       keterangan tentang upacara yang berhubungan dengan peristiwa
4.      hadiah-hadiah yang diberikan
5.      sumpah atau kutukan pada setia pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam prasati.
Huruf dalam tulisan prasati berasal dari aksara india, yang ditiru oleh bangasa india dari bangsa arema, tapi perbedaannya aksara arema ditulis dari kanan ke kiri sedangkan aksara india ditulis dari kiri ke kanan. Prasasti-prasasti yang telah diteliti dan hasil penelitiannya diterbitkan dalam kumpulan tulisan antara lain oleh:
1.      Dr. A.B cohen Stuart, Kawi Oorkonden.
2. Dr. J.L.A Brandes, “Oud-Javaanschee Oorkonden” dalam Verhandelingen Bataviasch Genottschap Deel LX, 2-destuk, 1913.
3.      Dr. H. Kern, Verspreide Geschrnten.
4.      Oudheidkundige verslag (laporan lawatan purbakala)
5.      Dr. J.G De Casparis, prasasti Indonesia jilid I dan II
6.      Dr. K. Goris,  Prasasti bali jilid I dan II
 Penerbitan-penerbitan tersebut termasuk literature tentang prasasti Indonesia dan merupakan sumber sejarah bagi mereka yang tidak mampu menggunaka sumber aslinya.  Suatu cara paling sederhana untuk dapat membuat tulisan batu lebih jelas dengan cara dibasahi. Ada beberapa prasasti yang tidak dapat di angkut dari tempatnya maka prasasti itu dibuat tiruannyadalam kertas tebal disebut ablatsch.
            Di Eropa dan Asia Barat daya naskah-naskah kuno di buat dari perkamen yang bahannya terbuat dari kulit yang masih ada dalam pergamus. Perkamen berasal dari nama kota pergamun atau pergamus. Warna dari pergamen ada yang putih, purple dan violet. Ada pula yang dari kertas perkamen atau tiruan perkamen. Dan ada juga di Indonesia naskah yang terbuat dari lontar.
Persoalan teknis dalam kritis sumber sejarah mengenai penelitian isinya harus juga di pecahkan tentang bahasanya, susunan kaliamat , gaya bahasa dan yang lainnya. Setelah dikumpulkan fakta sejarah dari pemungutan sumber-sumber sejarah, harus memecahkan persoalan yang lebih berat yaitu bagaimana menyajikan sintesis dalam pertelaan sejarah yang diwujudkan ke dalam sejarah sebagai kisah.didalam Aunassung, masalajh ini mulai dipecahkan dengan mengadakan tafsiran terhadap makna fakta-fakta sejarah yang diseleksi atau di saring dan setelah itu menyusun konsep.  Dalam Darstellung atau historiografi diadakan sintesis sejarah.peristiwa-peristiwa sejarah digambarkan melalui tafsiran-tafsiran terhadap fakta-fakta sejarah yang telah didapat melalui pemrosesan dalam aunassug.
Menurut Gottschalk, penafsiran sejarah  mempunyai tiga aspek penting yaitu:
1.  Analitis-kritis menganalisis struktur-struktur interen, hubungan antara fakta dan gerak dinamika sejara.
2. Historis-Subtantif menyajikan suatu uraian prosesual dengan dukungan dengan fakta yang cukup sebagai ilustrasi.
3.  Social-Budaya memperhatikan manifestasi insanidalam interaksi dan interelasi social-budaya.
Maka penulisan sejarah harus ditunjukan pada empat sasaran sejarah:
1.      Detail fakta yang akurat
2.      Kelengkapan fakta yang cukup
3.      Penyajian bahasa yang terang dan halus]
4.      Struktur penulisan yang logis.
Sejarah menelaah dan mengkaji dan mengkaji kenyataan-kenyataan social-busaya pada masa lampau dan berusaha mengadakan pendekatan secara holistiskepada objek kajian sambil meneliti aspek-aspek yang kurang diperhatikan oleh peneliti lainnya.
            Dalam kerja ilmiah sejarah siadakan pelacakan bekas-bekas sejarah, yang dalam bahasa jerman geschictiorschung atau dalam bahasa belanda disebut gescihedvorsing dan dalam bahasa inggris disebut historical research. Setiap historiografi mutlak dikuasi oleh geschichtiorschung tertentu, yang harus disediakan groundwork atau kerja yang mendasari penulisan sejarah. Ada sejarah serba teknik atau yang disebut metode sejarah dan ada pula sejarah yang sdisusun dalam historiogradi atau disebut tafsiran sejarah.
            Fakta-fakta sejarah yang ditafsirkan didalam penulisan sejarah semestinya harus fakta-fkta sejarah yang objektif. Penulis sejarah tidak boleh membuat sejarah sendiri yang imajinasinya fakta-fakta sejarah menurut imajinasinya sendiri.fakta sejarah yang objektif itu di dapat dari penelitian terhadap sumber-sumber sejarah dengan penelitian yang cermat dan kritis. Penelitian harus dilakukan dengan kejujuran yang dijiwai etos ilmiah untuk mendekati kebenaran. Ilmu menuntuk kebenaran tanpa memihak.. mengenai fakta-fakta sejarah yang ditafsirkan dalam historiografi harus mutlak ada kesempatan objektifitas di antara para ahli yang kompeten. Cerita sejarah bisa berbeda-beda. Disini berpengaruh berbagai subjektifitas yang juga menuntukan perbedaan visi sejarah atau pandangan sejarah. Inilah antara lain yang memberikan karakteristik kepada penulisan sejarah dan cerita sejarah yang dihasilkan. Masalah interpretasi fakta-fakta merupakan masalah terpenting dalam historiografi.fakta-fakta sejarah harus ditempatkan menurut fungsi tertentu dalam koligasi (colligation) atau saling hubungan.dalam pelajaran sejarah menggunakan sejarah yang sudah dapat diakui dan diterima kebenarannyaseperti dalam buku-buku standar pelajaran sejarah dalam buku tersebut dinamakan “sejarah yang telah diakui” atau dalam bahasa inggris “accepted histoty” sejarah itu dapat berbeda-beda dalam arah ekonomi, social, politik dan sebagainya, tetapi fakta sejarah tidak boleh dipalsukan atau di putar balikan.



Sumber Buku ; Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan ( Ismaun )