SELAYANG PANDANG SEJARAH KABUPATEN SUBANG
(suatu catatan sejarah dari masa prasejarah-kemerdekaan)
(suatu catatan sejarah dari masa prasejarah-kemerdekaan)
oleh;
Dede Yusuf
Dede Yusuf
A. Asal Usul Nama Subang
Asal usul
nama kota Subang selain daripada nama Subang Larang sendiri, ada cerita dari
Kasepuhan kalaulah nama Subang di ambil dari cerita ketika Mbah Rangga Wulung
alias Astra Prawira beserta rengrengan mencoba memasukan berbagai jenis pohon
tanaman ke dalam pusaran air yg terletak di poncol Gunung Sapotong ( yang kini
bernama Bumi Perkemahan Rangga Wulung ) untuk mengetahui di manakah akhir dari
pusaran air tersebut berada. Namun setelah beberapa kali mencoba hal itu tidak
diketahui dengan menelusuri ke semua sumber air, semua tanaman hasil coba ada.
Hingga
terbersit suatu cara yaitu dengan memasukan seekor anjing merah ke dalam
pusaran air tersebut yang kemudian diselusuri di sumber air manakah anjing
tersebut akan muncul. Ternyata anjing tersebut keluar di sumber air yg berada
di Park ( Parek org sunda bilang ) tanah kosong sebelah bangunan Hotel Subang
Plaza yg hingga kini tanah kosong tersebut tak terurus dan takkan mungkin di
dirikannya sebuah bangunan sehubungan tanah tsb mengandung banyak air karena
bekas adanya kubangan besar. Namun di sanalah kota Subang aslinya adalah tanah
Park dan sekitarnya. Nama Subang berasal dari Asu Abang yg artinya Anjing
Merah. Ada sumber lain mengatakan bahwa Subang singkatan dari Swiss ( Suis org
sunda bilang ) Bank ( Bang ) yang berarti Subang itu adalah merupakan Bank
Dunia karena semua harta peninggalan para leluhur kita terbanyak ada di daerah
Subang. Jangankan untuk membayar semua hutang2 negara kita Indonesia kepada
luar negeri, untuk membeli negara Amerika pun kita mampu dengan tergalinya
semua harta terpendam peninggalan para leluhur kita. Menurut penuturan
kasepuhan Subang itu sepuh ( tua ) karena tanah Subang sudah bernama pada tahun
22, dapat kita bayangkan berapa usia kota Subang sekarang. Namun benar atau
tidaknya cerita para sesepuh Subang tersebut hanya waktu /dawuh yang akan membuktikan
hal tersebut. Di samping itu tentunya hanya yang empunya Subang nya yg akan
bisa mengambilnya tanpa syarat apapun yakni Ibu Subang Larang sendiri yang di
yakini oleh kasepuhan Subang bahwa beliau sudah menetes ( natas, nitis, netes )
kepada salah seorang rahayat Subang.
B. Periodesasi Sejarah Kabupaten Subang
1. Masa Prasejarah
Bukti
adanya kelompok masyarakat pada masa prasejarah di wilayah Kabupaten Subang
adalah ditemukannya kapak batu di daerah Bojongkeding (Binong), Pagaden,
Kalijati dan Dayeuhkolot (Sagalaherang). Temuan benda-benda prasejarah bercorak
neolitikum ini menandakan bahwa saat itu di wilayah Kabupaten Subang sekarang
sudah ada kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan pola
sangat sederhana.
Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung Engkel, Sagalaherang.
Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung Engkel, Sagalaherang.
2. Masa Hindu-Budha
Pada
saat berkembangnya corak kebudayaan Hindu, wilayah Kabupaten Subang menjadi
bagian dari 3 kerajaan, yakni Tarumanagara, Galuh, dan Pajajaran. Selama berkuasanya
3 kerajaan tersebut, dari wilayah Kabupaten Subang diperkirakan sudah ada
kontak-kontek dengan beberapa kerajaan maritim hingga di luar kawasan
Nusantara. Peninggalan berupa pecahan-pecahan keramik asal Cina di Patenggeng
(Kalijati) membuktikan bahwa selama abad ke-7 hingga abad ke-15 sudah terjalin
kontak perdagangan dengan wilayah yang jauh. Sumber lain menyebutkan bahwa pada
masa tersebut, wilayah Subang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda.
Kesaksian Tome’ Pires seorang Portugis yang mengadakan perjalanan keliling
Nusantara menyebutkan bahwa saat menelusuri pantai utara Jawa, kawasan sebelah
timur Sungai Cimanuk hingga Banten adalah wilayah kerajaan Sunda.
3. Masa Islam
Masa
datangnya pengaruh kebudayaan Islam di wilayah Subang tidak terlepas dari peran
seorang tokoh ulama, Wangsa Goparana yang berasal dari Talaga, Majalengka.
Sekitar tahun 1530, Wangsa Goparana membuka permukiman baru di Sagalaherang dan
menyebarkan agama Islam ke berbagai pelosok Subang.
4. Masa Kolonialisme
Pasca
runtuhnya kerajaan Pajajaran, wilayah Subang seperti halnya wilayah lain di P.
Jawa, menjadi rebutan berbagai kekuatan. Tercatat kerajaan Banten, Mataram,
Sumedanglarang, VOC, Inggris, dan Kerajaan Belanda berupaya menanamkan pengaruh
di daerah yang cocok untuk dijadikan kawasan perkebunan serta strategis untuk
menjangkau Batavia. Pada saat konflik Mataram-VOC, wilayah Kabupaten Subang,
terutama di kawasan utara, dijadikan jalur logistik bagi pasukan Sultan Agung
yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi percampuran budaya antara Jawa
dengan Sunda, karena banyak tentara Sultan Agung yang urung kembali ke Mataram
dan menetap di wilayah Subang. Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem
tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan
Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang
diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan
lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan
Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini
bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan
Belanda. Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha.
dengan hak eigendom. Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, pemerintah
Belanda membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu,
wilayah Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch
bestuur) yang berkedudukan di Subang.
5. Masa Nasionalisme
Tidak
banyak catatan sejarah pergerakan pada awal abad ke-20 di Kabupaten Subang.
Namun demikian, Setelah Kongres Sarekat Islam di bandung tahun 1916 di Subang
berdiri cabang organisasi Sarekat Islam di Desa Pringkasap (Pabuaran) dan di
Sukamandi (Ciasem). Selanjutnya, pada tahun 1928 berdiri Paguyuban Pasundan
yang diketuai Darmodiharjo (karyawan kantor pos), dengan sekretarisnya Odeng
Jayawisastra (karyawan P & T Lands). Tahun 1930, Odeng Jayawisastra dan
rekan-rekannya mengadakan pemogokan di percetakan P & T Lands yang
mengakibatkan aktivitas percetakan tersebut lumpuh untuk beberapa saat.
Akibatnya Odeng Jayawisastra dipecat sebagai karyawan P & T Lands. Selanjutnya
Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang Partai Nasional Indonesia yang
berkedudukan di Subang. Sementara itu, Darmodiharjo tahun 1935 mendirikan
cabang Nahdlatul Ulama yang diikuti oleh cabang Parindra dan Partindo di
Subang. Saat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut Indonesia
berparlemen, di Bioskop Sukamandi digelar rapat akbar GAPI Cabang Subang untuk
mengenukakan tuntutan serupa dengan GAPI Pusat.
6. Masa Pendudukan Jepang
Pendaratan
tentara angkatan laut Jepang di pantai Eretan Timur tanggal 1 Maret 1942
berlanjut dengan direbutnya pangkalan udara Kalijati. Direbutnya pangkalan ini
menjadi catatan tersendiri bagi sejarah pemerintahan Hindia Belanda, karena tak
lama kemudian terjadi kapitulasi dari tentara Hindia Belanda kepada tentara
Jepang. Dengan demikian, Hindia Belanda di Nusantara serta merta jatuh ke
tangan tentara pendudukan Jepang. Para pejuang pada masa pendudukan Belanda
melanjutkan perjuangan melalui gerakan bawah tanah. Pada masa pendudukan Jepang
ini Sukandi (guru Landschbouw), R. Kartawiguna, dan Sasmita ditangkap dan
dibunuh tentara Jepang.
7. Masa Kemerdekaan
Proklamasi
Kemerdekaan RI di Jakarta berimbas pada didirikannya berbagai badan perjuangan
di Subang, antara lain Badan Keamanan Rakyat (BKR), API, Pesindo, Lasykar Uruh,
dan lain-lain, banyak di antara anggota badan perjuangan ini yang kemudian
menjadi anggota TNI. Saat tentara KNIL kembali menduduki Bandung, para pejuang
di Subang menghadapinya melalui dua front, yakni front selatan (Lembang) dan
front barat (Gunung Putri dan Bekasi). Tahun 1946, Karesidenan Jakarta
berkedudukan di Subang. Pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas
pertimbangan strategi perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka yang kemudian
menjadi Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni menggantikannya. Bulan Desember
1946 diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan Kusnaeni dari jabatannya.
Tak lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai wakil residen. Pada masa gerilya
selama Agresi Militer Belanda I, residen tak pernah jauh meninggalkan Subang,
sesuai dengan garis komando pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen
bermukim di daerah Songgom, Surian, dan Cimenteng. Tanggal 26 Oktober 1947
Residen Kosasih Purwanagara meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang
meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim berita ke
wilayah perjuangannya. Hal ini mendorong diadakannya rapat pada tanggal 5 April
1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan Karlan, rapat memutuskan :
1.Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang berkedudukan di daerah
gerilya Purwakarta. 2.Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur
dengan bupati pertamanya Danta Gandawikarma. 3.Wilayah Karawang Barat menjadi
Kabupaten Karawang Barat dengan bupati pertamanya Syafei. Wilayah Kabupaten
Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta
sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan
ibukotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur pada tanggal 5 April
1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian
ditetapkan melalui Keputusan DPRD No. : 01/SK/DPRD/1977.
C.
Rujukan
Mandja, T. S. (2013, Juni 12). Sejarah Kabupaten Subang
Jawa Barat. Dipetik Agustus 22, 2013, dari Toto Si Mandja:
http://www.totosimandja.com/2012/06/sejarah-kabupaten-subang.html
Subang. (2010). Sejarah. Dipetik Agustus 22, 2013,
dari Pemerintah Kabupaten Subang: http://www.subang.go.id/sejarah.php
Wikipedia. (2013, April 19). Kabupaten Subang. Dipetik
Agustus 22, 2013, dari Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Subang