Kerajaan Banten
oleh;
Dede Yusuf
A. Kerajaan Banten
Seperti
yang telah dijelaskan pada uraian materi tentang kerajaan Demak, bahwa daerah
ujung barat pulau Jawa yaitu Banten dan Sunda Kelapa dapat direbut oleh Demak,
di bawah pimpinan Fatahillah. Untuk itu daerah tersebut berada di bawah
kekuasaan Demak. Setelah Banten diislamkan oleh Fatahillah maka daerah Banten
diserahkan kepada putranya yang bernama Hasannudin, sedangkan Fatahillah
sendiri menetap di Cirebon, dan lebih menekuni hal keagamaan. Dengan diberikannya
Banten kepada Hasannudin, maka Hasannudin meletakkan dasardasar pemerintahan
kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama, memerintah tahun
1552 – 1570. Lokasi kerajaan Banten terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu
di tepi Timur Selat Sunda sehingga daerahnya strategis dan sangat ramai untuk
perdagangan nasional. Pada masa pemerintahan Hasannudin, Banten dapat melepaskan
diri dari kerajaan Demak, sehingga Banten dapat berkembang cukup pesat dalam
berbagai bidang kehidupan. Untuk lebih jelasnya, simaklah uraian materi tentang
kehidupan politik Banten berikut ini.
1. Kehidupan
Politik
Berkembangnya
kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di
kerajaan tersebut. Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang raja-raja yang
memerintah di Banten, simaklah silsilah raja-raja Banten berikut ini.
Silsilah Raja-raja Banten;
Setelah
Anda menyimak silsilah raja-raja Banten tersebut, yang perlu Anda ketahui bahwa
dalam perkembangan politiknya, selain Banten berusaha melepaskan diri dari
kekuasaan Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah keuasaannya di Jawa
Barat yaitu dengan menduduki Pajajaran tahun 1519. Dengan dikuasainya
Pajajaran, maka seluruh daerah Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Banten. Hal
ini terjadi pada masa pemerintahan raja Panembahan Yusuf. Pada masa
pemerintahan Maulana Muhammad, perluasan wilayah Banten diteruskan ke Sumatera
yaitu berusaha menguasai daerah-daerah yang banyak menghasilkan lada seperti
Lampung, Bengkulu dan Palembang. Lampung dan Bengkulu dapat dikuasai Banten
tetapi Palembang mengalami kegagalan, bahkan Maulana Muhammad meninggal ketika
melakukan serangan ke Palembang. Dengan dikuasainya pelabuhan-pelabuhan penting
di Jawa Barat dan beberapa daerah di Sumatera, maka kerajaan Banten semakin ramai
untuk perdagangan, bahkan berkembang sebagai kerajaan maritim. Hal ini terjadi
pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Pemerintahan Sultan Ageng,
Banten mencapai puncak keemasannya karena sebagai kerajaan maritim, Banten
menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai bangsa seperti Arab,
Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda. Belanda pada awalnya datang ke
Indonesia, mendarat di Banten tahun 1596 tetapi karena kesombongannya, maka
para pedagang-pedagang Belanda tersebut dapat diusir dari Banten dan menetap di
Jayakarta. Di Jayakarta, Belanda mendirikan kongsi dagang tahun 1602. Selain mendirikan
benteng di Jayakarta VOC akhirnya menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia
tahun 1619, sehingga kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya kekuasaan
Belanda di Batavia, menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan. Persaingan
tersebut kemudian berubah menjadi pertentangan politik, sehingga Sultan Ageng
Tirtayasa sangat anti kepada VOC. Dalam rangka menghadapi Belanda/VOC, Sultan
Ageng Tirtayasa memerintahkan melakukan perang gerilya dan perampokan terhadap
Belanda di Batavia. Akibat tindakan tersebut, maka Belanda menjadi kewalahan
menghadapi Banten. Untuk menghadapi tindakan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut,
maka Belanda melakukan politik adu-domba (Devide et Impera) antara Sultan Ageng
dengan putranya yaitu Sultan Haji. Akibat dari politik adu-domba tersebut, maka
terjadi perang saudara di Banten, sehingga Belanda dapat ikut campur dalam
perang saudara tersebut. Belanda memihak Sultan Haji, yang akhirnya perang
saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji. Dengan kemenangan Sultan Haji, maka
Sultan Ageng Tirtayasa ditawan dan dipenjarakan di Batavia sampai meninggalnya
tahun 1692. Dampak dari bantuan VOC terhadap Sultan Haji maka Banten harus
membayar mahal, di mana Sultan Haji harus menandatangani perjanjian dengan VOC
tahun 1684. Perjanjian tersebut sangat memberatkan dan merugikan kerajaan Banten,
sehingga Banten kehilangan atas kendali perdagangan bebasnya, karena Belanda
sudah memonopoli perdagangan di Banten. Akibat terberatnya adalah kehancuran
dari kerajaan Banten itu sendiri karena VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan
kekuasaan raja Banten. Raja-raja Banten sejak saat itu berfungsi sebagai
boneka. Demikianlah uraian materi tentang kehidupan politik kerajaan Banten.
Dari uraian tersebut, apakah Anda memahami? Kalau Anda sudah paham, simaklah
uraian materi selanjutnya.
2. Kehidupan
Ekonomi
Kerajaan
Banten yang letaknya di ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan
daerah yang strategis karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan
khususnya setelah Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan
yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa. Pelabuhan Banten
juga cukup aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau
Panjang, dan di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor
seperti lada. Selain perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan kegiatan
pertanian, dengan memperluas areal sawah dan ladang serta membangun bendungan
dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus pengiriman
barang dari pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan ekonomi kerajaan
Banten terus berkembang baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman.
3. Kehidupan
Sosial Budaya
Kehidupan
masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian
mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul
dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa. Para pedagang lain tersebut
banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan
Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya.
Di samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan yang
dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi),
Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama). Dengan adanya
perkampungan tersebut, membuktikan bahwa kehidupan masyarakatnya teratur, dan berlangsung
dengan baik bahkan kehidupan masyarakat Banten dipengaruhi oleh ajaran Islam. Dalam
bidang kebudayaan yang merupakan peninggalan kerajaan Banten salah satunya adalah
seni bangunan. Dalam seni bangunan memperlihatkan adanya akulturasi dari
berbagai kehidupan yang ada. Salah satu contoh dari wujud akulturasi tersebut
adalah tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi
antara kebudayaan Indonesia Hindu, Islam dan Eropa. Untuk lebih jelasnya,
silahkan Anda amati bentuk Masjid Agung Banten seperti tampak pada gambar berikut ini.
Gambar; Masjid Agung Banten.
(Sumber: Sejarah Nasional Indonesia dan Umum I,
Nana Supratna, Grafindo).
Yang perlu Anda ketahui bahwa arsitek Masjid Agung Banten tersebut
adalah Jan Lucas Cardeel, seorang pelarian Belanda yang beragama Islam.
Kepandaiannya dalam bidang bangunan dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa
untuk mendirikan bangunanbangunan gaya Belanda (Eropa) seperti benteng kota
Inten, pesanggrahan Tirtayasa dan bangunan Madrasah. Demikianlah uraian materi
tentang keberadaan kerajaan Banten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar