Kerajaan Demak
oleh;
Dede Yusuf
A. Kerajaan Demak
Demak
pada masa sebelumnya sebagai suatu daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau
Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja
Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu raja Majapahit. Dengan berkembangnya Islam
di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran
Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan
diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur
maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu
Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa
Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak, yang
dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut
Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi). Bintoro sebagai
pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah
pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra),
sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi
kerajaan Demak.
Untuk
menambah pemahaman Anda tentang lokasi kerajaan Demak, maka simaklah gambar 2.3
berikut ini!
Gambar; Lokasi Kerajaan Demak..
Setelah
Anda menyimak gambar 2.3 tersebut maka simaklah kembali uraian materi berikutnya
tentang perkembangan kerajaan Demak dalam berbagai kehidupan.
1. Kehidupan
Politik
Lokasi
kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan perdagangan
antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta keadaan Majapahit
yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa, dengan
rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar Sultan Alam Akbar
al-Fatah (1500 – 1518). Pada masa pemerintahannya Demak memiliki peranan
yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena
Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan
Portugis 1511. Kehadiran Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di
pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak
melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati
Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. Serangan
Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha
membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati
Unus (1518–1521), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka
sehingga Portugis kekurangan makanan. Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Trenggono (1521–1546), karena pada masa
pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat
sampai Jawa Timur. Untuk menambah pemahaman Anda tentang kekuasaan Demak
tersebut, simaklah gambar peta kekuasaan Demak berikut ini.
Gambar; Peta Kekuasaan Demak.
Setelah
Anda mengamati gambar peta kekuasaan Demak tersebut, yang perlu Anda ketahui
bahwa daerah kekuasaan tersebut berhasil dikembangkan antara lain karena Sultan
Trenggono melakukan penyerangan terhadap daerah-daerah kerajaan-kerajaan Hindu
yang mengadakan hubungan dengan Portugis seperti Sunda Kelapa (Pajajaran) dan
Blambangan. Penyerangan terhadap Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Pajajaran
disebabkan karena adanya perjanjian antara raja Pakuan penguasa Pajajaran
dengan Portugis yang diperkuat dengan pembuatan tugu peringatan yang disebut Padrao.
Isi dari Padrao tersebut adalah Portugis diperbolehkan mendirikan Benteng di
Sunda Kelapa dan Portugis juga akan mendapatkan rempah-rempah dari Pajajaran. Sebelum
Benteng tersebut dibangun oleh Portugis, tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya
menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan penyerangan
tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul mundur di Teluk Jakarta. Kemenangan
Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22 Juni 1527 diperingati dengan
pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan Abadi. Sedangkan
penyerangan terhadap Blambangan dilakukan pada tahun 1546, di mana pasukan
Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh Fatahillah, tetapi
sebelum Blambangan berhasil direbut Sultan Trenggono meninggal di Pasuruan. Dengan
meninggalnya Sultan Trenggono, maka terjadilah perebutan kekuasaan antara Pangeran
Sekar Sedolepen (saudara Trenggono) dengan Sunan Prawoto (putra
Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Sekar Sedolepen). Perang
saudara tersebut diakhiri oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir)
yang dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, sehingga pada tahun 1568
Pangeran Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Demak dan hal ini juga berarti
bergesernya pusat pemerintahan dari pesisir ke pedalaman. Dari penjelasan
tersebut, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak uraian materi
selanjutnya.
2. Kehidupan
Ekonomi
Seperti
yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis
di jalur perdagangan nasional memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan
maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara
daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah
Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang.
Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di
daerah pesisir pantai pulau Jawa. Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah
di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras
merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan
demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan
Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi.
3. Kehidupan
Sosial Budaya
Kehidupan
sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya
Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam. Sebagai pusat
penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan
Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonang. Para wali tersebut
memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para
wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin
hubungan yang erat antara raja/bangsawan – para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan
yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat baik pembinaan agama
maupun pembinaan sosial yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren.
Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara
orang-orang Islam). Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik
yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid
Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang
disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga.
Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar
perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang
masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon. Untuk menambah pemahaman Anda
tentang Masjid Demak tersebut, silahkan Anda amati gambar berikut ini!
Gambar; Masjid Agung Demak.
Dilihat
dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang tampak pada gambar tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu
dengan kebudayaan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar